RI Siap Jalankan Pertukaran Data untuk Perpajakan Internasional

Pemerintah telah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk kepentingan perpajakan.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 05 Jan 2018, 16:45 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2018, 16:45 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengklaim, Indonesia sudah memenuhi syarat untuk pertukaran data secara otomatis untuk kepentingan perpajakan (Automatic Exchange of Information/AEoI) yang berlangsung di tahun 2018.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan, untuk turut serta AEoI ada sejumlah persyaratan yang mesti dipenuhi. Dia menuturkan, persyaratan tersebut seperti regulasi domestik hingga dari sistem teknologi infomasi (TI).

"Jawabannya kita telah memenuhi syarat di dalam partisipan AEoI," kata dia di Kantor Pusat DJP Jakarta, Jumat (5/1/2018).

Dari sisi regulasi, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Aturan ini menjadi landasan DJP menegakan ketentuan perpajakan.

"Legislasi domestik, dengan kita menerbitkan Perppu, itu membuat sudah memenuhi legislasi yang disayaratkan oleh OECD," kata dia.

Robert juga menuturkan, kemampuan TI DJP sudah mumpuni untuk menjalankan pertukaran data tersebut."Sistem transmisi data atau IT system sudah ada tim dari luar yang menilai sistem di DJP dan sudah lulus juga," ungkapnya.

 

Kejar Setoran Rp 100 T, Ditjen Pajak Tagih WP Kakap Lunasi Pajak

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati memperkirakan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan memperoleh tambahan penerimaan lebih dari Rp 100 triliun hingga akhir tahun ini. Salah satu melakukan pengawasan terhadap para Wajib Pajak (WP) besar.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, Ditjen Pajak telah memetakan potensi sumber-sumber penerimaan pajak untuk mengejar target setoran 2017.

"Kita lihat penerimaan tahun lalu di dua minggu terakhir, termasuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masa November yang jatuh tempo akhir Desember. Tentunya tahun ini juga akan terjadi," kata dia melalui pesan singkatnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu (27/12/2017).

Selain dari PPN Masa, Hestu Yoga menuturkan, tambahan penerimaan pajak juga akan diperoleh dari pemetaan atas tindakan pengawasan terhadap para WP tertentu yang memiliki potensi pembayaran pajak dalam jumlah besar. Tindakan pengawasan ini sudah berjalan.

"Dari pemetaan atas tindakan pengawasan terhadap WP tertentu yang cukup material (nilainya besar) yang sudah berjalan dan diupayakan sebelum akhir tahun dapat dilunasi oleh WP," dia menjelaskan.

Saat dikonfirmasi mengenai jumlah penerimaan pajak yang bisa dikumpulkan dari strategi tersebut, termasuk WP kakap yang sudah melunasi pajaknya, Hestu Yoga tidak menyebut secara detail.

"Banyak ya dan bervariasi besarnya. Dari masing-masing Kantor Wilayah (Kanwil) pasti ada. Nanti kita lihat hasil akhirnya saja," tegasnya.

Dia menampik apabila langkah ini disebut membidik sejumlah WP besar. Hestu Yoga menegaskan, ini merupakan kegiatan pengawasan rutin yang sudah dijalankan dan akan terus diupayakan sampai akhir tahun ini.

"Itu (WP besar) bukan kita bidik. Itu aktivitas pengawasan yang berjalan rutin, bahkan bisa saja dari awal tahun. Hanya saja kita upayakan sebanyak mungkin diselesaikan di akhir tahun ini," terang Hestu Yoga.

Untuk diketahui, hingga 15 Desember 2017, penerimaan pajak yang terkumpul mencapai Rp 1.058,4 triliun. Jika dibandingkan dengan target di APBN-P 2017 sebesar Rp 1.283,6 triliun, maka Ditjen Pajak masih harus mengejar setoran pajak sebesar Rp 225,2 triliun.

Namun Sri Mulyani memperkirakan akan ada kekurangan penerimaan pajak atau shortfall sekitar Rp 110-130 triliun, sehingga pemerintah harus mengumpulkan penerimaan pajak sekitar Rp 100 triliun setelah memperhitungkan shortfall.

"Tetap saja akan terjadi shortfall (penerimaan pajak)," ucap Hestu Yoga.

Kendati diproyeksikan ada kekurangan setoran pajak, Hestu Yoga optimistis, defisit anggaran tidak akan melampaui sebesar 2,92 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"APBN-P 2017 aman, dalam arti defisit anggaran tidak melampaui 2,92 persen dari PDB sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang (UU) APBN-P 2017. Mudah-mudahan mendarat di sekitar 2,6 persen," harapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya