Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan akan merilis aturan teknis tata cara pungutan cukai atas produk hasil pengolahan tembakau (HPTL) atau yang disebut rokok elektrika atau vape. Tarif cukai rokok elektrik sebesar 57 persen dan berlaku per 1 Juli 2018.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengaku sedang mempersiapkan petunjuk teknis pelaksanaan cukai rokok elektrik, seperti e-cigarette, vape, tobacco molasses, snuffing tobacco, dan chewing tobacco mulai 1 Juli 2018. Aturan ini akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Dirjen.
Advertisement
"Vape kan kena cukai 1 Juli 2018. Sekarang sudah mau keluar peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Perdirjen," ujarnya usai Rapim di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (8/1/2018).
Perdirjen pelaksanaan cukai rokok elektrik atau vape ini, diungkapkan Heru, akan meluncur pada pertengahan Januari 2018.
"Pertengahan bulan ini keluar, sehingga masyarakat punya waktu 5-6 bulan untuk mempersiapkannya, baik dari sisi bisnis maupun administrasinya," dia menambahkan.
Dalam Perdirjen tersebut, katanya, akan mengatur mengenai tata cara pemungutan jika vape diimpor maupun diproduksi lokal, soal kejelasan administrasi, formulir, sampai mekanisme pembayaran cukai.
"Pokoknya likuid (cairan) vape yang tidak mengandung tembakau bukan jadi objek cukai. Pengawasannya sama kayak rokok, kita punya laboratorium yang siap menindaklanjuti aturan itu," tegas Heru.
Untuk diketahui, kebijakan pungutan cukai rokok elektrik ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
"Rokok elektrik kita pungut 57 persen dari harga jual eceran (HJE) per 1 Juli 2018. Ini pertama kalinya, vape, e-cigarette dikenakan cukai," kata Heru.
Dia mengungkapkan, dalam Undang-Undang (UU) Cukai menyebut bahwa semua hasil tembakau merupakan objek cukai. Begitupula dengan vape yang merupakan cairan dari hasil tembakau sehingga konsumsinya harus dibatasi dengan pengenaan cukai.
"Yang kena cukai cairan atau esensnya vape dan e-cigarette. Jadi yang impor kena bea masuk dan cukai, plus kalau ada perizinannya, dia harus memenuhi dulu. Kalau ada lokal yang mau produksi, maka kena cukai 57 persen dari HJE saja," terang Heru.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
YLKI Minta Pemerintah Larang Peredaran Vape
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merekomendasikan pemerintah untuk melarang peredaran rokok elektrik (vape). Pasalnya, tak ada kategori yang jelas atas alat tersebut.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, negara lain telah melarang penggunaan dan peredaran rokok elektrik. Hal ini harus menjadi perhatian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menerapkan larangan‎ serupa.
"Justru saya menghadap BPOM, ini menjadi perhatian juga dan dilarang, di negara lain juga dilarang," kata Tulus, di Jakarta, Kamis (23/11/2017).
‎Menurut Tulus, BPOM akan kesulitan mengeluarkan izin. Pasalnya, badan tersebut hanya menangani makanan, minuman, dan obat, sedangkan vape merupakan bahan kimia dan elektronik.
"BPOP kesulitan karena itu bukan produk makanan dan minuman, tapi dia produk kimia dan elektronik, jadi impornya pun barang yang berbeda, elektronik dan cairan kimia," ujarnya.
Tulus mengungkapkan, pemerintah seharusnya tidak hanya menerapkan cukai saja, tetapi juga mengeluarkan peraturan yang jelas mengenai vape. Dia menilai, kehadiran vape akan meningkatan jumlah perokok dan menambah beban perekonomian.
‎"Sebenarnya status rokok elektrik atau vape belum jelas, harus menetapkan cukai. Harusnya pemerintah men-declare rokok vape itu rokok atau bukan," ujar Tulus.
Advertisement