Berdampak Buruk, Mendag Minta Perokok Elektrik Pindah ke Kretek

Selain bisa dicampur dengan zat kimia lain, rokok elektrik juga tidak diproduksi di Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Nov 2017, 18:30 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2017, 18:30 WIB
Vape Rokok Elektrik
Pecinta Vape atau rokok elektrik sedang mencoba keunggulan alat dan rasa liquid di stand Vape Fair 2016 di Ecovention Hall Ancol, Jakarta, Minggu (27/11). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menegaskan, impor cairan rokok elektrik atau vape harus mengantongi rekomendasi izin dari tiga instansi dan mendapat Standar Nasional Indonesia (SNI). Alasannya, rokok elektrik lebih berbahaya ketimbang rokok biasa.

"Siapa yang tahu isinya (cairan) ganja atau bukan. Jadi, rokok elektrik lebih parah, dan tidak ada nilai tambahnya buat kita," tegas Enggartiasto di kantor pusat Alfamart, Cikokol, Tangerang, Sabtu (18/11/2017).

Dia menjelaskan, cairan rokok elektrik impor lebih banyak mudaratnya. Sebab, selain bisa dicampur dengan zat kimia lain, barang impor tersebut juga tidak diproduksi di Indonesia dan tidak menyerap bahan baku tembakau dari petani domestik.

"Apa benefitnya untuk kita, tidak dibikin di sini, tidak ada urusan dengan petani, bahkan beberapa negara maju lebih ekstrem melarang karena (rokok elektrik) mengganggu kesehatan. Jadi, perokok elektrik berubah sajalah menjadi perokok biasa," tegas Enggartiasto.

Sayangnya, mantan politikus ini mengaku tidak tahu-menahu mengenai data jumlah cairan rokok elektrik impor yang masuk ke Indonesia, maupun negara asal barang tersebut.

"Tidak tahu berapa dan dari mana. Dulu kan tidak kita atur, tidak dilarang, jalan aman tenteram saja, dan tidak ilegal juga. Tapi sekarang diatur impornya," katanya.

Pembatasan impor ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan yang baru keluar pekan lalu.

Enggartiasto bilang, dalam aturan main di permendag tersebut, importir boleh memasok atau mengedarkan atau memperdagangkan cairan rokok elektrik di Indonesia apabila sudah mendapat rekomendasi dari Menteri Kesehatan (Menkes), Badan pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), serta mengantongi Standar Nasional Indonesia (SNI).

"Nah kan panjang. Kelihatannya 20-30 tahun lagi juga tidak akan keluar tuh barang (impor cairan rokok elektrik)," ucapnya. Jika sudah mendapatkan rekomendasi izin dari Kemenkes, Kemenperin, BPOM, dan memperoleh SNI, maka kata Enggartiasto, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dapat memungut cukai cairan rokok elektrik sebesar 57 persen.

"Kebijakan cukai tidak ada soal. Kalau sudah dapat izin impor, bayar (cukai). Persoalannya sekarang untuk mendapatkan izin 30 tahun saja belum tentu dapat. Apalagi makin lama makin sulit izinnya," tandasnya. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya