IHSG Memerah ke Posisi 6.673

Sore kemarin, IHSG tercatat mencetak rekor penutupan perdagangan.

oleh Nurmayanti diperbarui 30 Jan 2018, 09:16 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2018, 09:16 WIB
Pembukaan-Saham
Pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (13/2). Pembukaan perdagangan bursa hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 0,57% atau 30,45 poin ke level 5.402,44. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada awal sesi perdagangan saham hari ini. Laju IHSG ini senada dengan Bursa Asia dan Wall Street. Sore kemarin, IHSG tercatat mencetak rekor penutupan perdagangan.

Pada para pembukaan perdagangan saham, Selasa (30/1/2018), IHSG melemah 13,79  poin atau 0,21 persen ke posisi 6.666,8. IHSG tetap di zona merah pada pembukaan perdagangan pukul 09.00 wib. IHSG melemah 6,8 poin atau 0,10 persen ke posisi 6.673,7.

Indeks saham LQ45 juga melemah 0,34 persen ke posisi 1.122,8. Sebagian besar indeks saham acuan melemah.

Ada sebanyak 100 saham menguat namun tak mampu menahan pelemahan IHSG. Sementara 36 saham lainnya tergelincir. Sebanyak 103 saham diam di tempat. Pada awal sesi perdagangan, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.675,20 dan terendah 6.664,5.

Adapun total frekuensi perdagangan saham sekitar 7.757 kali dengan volume perdagangan 128,6 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 246,9 milar.

Investor asing melakukan aksi jual Rp 6,1 miliar di seluruh pasar. Posisi dolar Amerika Serikat berada di kisaran Rp 13.391.

Secara sektoral, yang masih mencatat penguatan antara lain sektor saham tambang yang naik 0,47 persen, dan catatkan penguatan terbesar. Disusul sektor saham perkebunan yang naik 0,53 persen dan konsumsi naik 0,08 persen.

Sementara yang melemah, antara lain sektor saham infrastruktur yang turun 0,70 persen dan aneka industri sebesar 0,43 persen.

Saham-saham yang catatkan penguatan terbesar antara lain saham BTPN yang naik 24,8 persen ke posisi Rp 4.070, saham AGRS melonjak 15,38 persen ke posisi Rp 330, dan saham RBMS mendaki 14,52 persen ke posisi Rp 284.

Sedangkan saham yang tertekan antara lain saham CTRA melemah 2,54 persen ke posisi Rp 1.345, saham DSNG susut 2,50 persen ke posisi Rp 1.345, dan saham BNGA melemah 2,41 persen ke posisi Rp 1.420 per saham.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Bursa Asia Keluar dari Posisi Tertingginya

Bursa Asia turun dari puncak tertingginya mengekor Wall Street yang melemah terpicu aksi jual saham Apple. Sementara dolar Amerika Serikat (AS) kembali menguat seiring kenaikan imbal hasil obligasi mendekati level tertinggi dalam empat tahun.

Melansir laman Reuters, Selasa (30/1/2018), indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang melemah 0,3 persen setelah naik ke rekor tertinggi di hari sebelumnya.

Sementara saham Australia turun 0,65 persen, KOSPI Korea Selatan melemah 0,3 persen dan Nikkei Jepang turun 0,5 persen.

Sentimen bearish di Asia mengikuti Wall Street, yang telah melaju selama tahun lalu berkat penguatan pertumbuhan ekonomi dunia yang mendorong kenaikan pendapatan perusahaan dan valuasi saham.

Namun Wall Street pada Senin turun dari puncak tertingginya, di mana indeks Dow dan S&P 500 mencatatkan persentase penurunan satu hari terbesar dalam kurun sekitar lima bulan, terbebani penurunan saham Apple.

Saham Apple (AAPL.O) turun 2,1 persen seiring berita bahwa perusahaan akan memangkas separuh produksi smartphone Intel X999 miliknya. Rencananya,  perusahaan akan melaporkan perolehan laba pada Kamis.

Dow Jones Industrial Average turun 177,23 poin atau 0,67 persen menjadi 26.439,48. Sementara indeks S&P 500 kehilangan 19,34 poin atau 0,67 persen menjadi 2.853,53 dan Nasdaq Composite melemah 39,27 poin atau 0,52 persen menjadi 7.466,51.

Dolar, hari ini menguat, keluar dari pelemahannya yang terus-menerus terjadi dalam beberapa minggu terakhir. Kondisi ini didukung imbal hasil obligasi AS yang lebih tinggi.

Indeks dolar terhadap sekeranjang enam mata uang utama berada di 89,336, setelah melambung dalam semalam dari level terendah dalam tiga tahun di posisi 88.438 pada hari Jumat ketika mata uang lain seperti euro mengalahkan greenback.

Adapun imbal hasil obligasi 10 tahun AS melonjak di atas 2,70 persen ke level tertinggi sejak April 2014. Ini setelah komentar dari pejabat Bank Sentral Eropa menambah harapan bahwa bank sentral secara global akan mengurangi stimulus karena prospek ekonomi yang membaik.

"Ini adalah kenaikan suku bunga riil, yang juga mencerminkan kenaikan ekspektasi inflasi. Oleh karena itu kenaikan tampak jinak, " kata Masahiro Ichikawa, Ahli Strategi Senior Sumitomo Mitsui Asset Management di Tokyo.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya