Kemenhub Benahi Direktorat Perhubungan Laut

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut, terus membenahi secara internal untuk menciptakan pemerintahan yang bersih.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 17 Feb 2018, 16:10 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2018, 16:10 WIB
Menhub Lepas Tim Posko Angkutan Lebaran Terpadu 2017
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat menjadi Inspektur Upacara Gelar Pasukan, membuka Posko Angkutan Lebaran Terpadu 2017 di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Kamis (15/6). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut, terus  membenahi secara internal untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, akuntabel dan transparan dalam mengelola keuangan negara.

Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Rudiana mengatakan, Ditjen Perhubungan Laut telah membentuk tim Unit Manajemen Proyek di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut tahun 2018 berdasarkan SK Dirjen Hubla No. 008/8/3/DJPL-2018 pada  25 Januari 2018, dengan tugas melakukan evaluasi pelaksanaan program atau kegiatan 2018.

"Tim tersebut juga bertugas untuk melakukan sinkronisasi dan harmonisasi, usulan kegiatan tahun 2019 antar Direktorat dan Bagian untuk menghindari tumpang tindih kegiatan sehingga hasilnya bisa bermanfaat dan tepat sasaran," kata Rudiana, di Jakarta, Sabtu (17/2/2018).

Rudiana mengatakan, pembenahan internal adalah komitmen jajaran Ditjen Perhubungan Laut dalam mengendalikan dan mengawal proses serta pelaksanaan seluruh kegiatan di tahun anggaran 2018,agar tepat guna dan tepat sasaran.

‎Hal tersebut ditegaskan dengan keluarnya Instruksi Dirjen Perhubungan Laut No. UM 008/10/1/DJPL-18, pada 1 Februari 2018 tentang pengendalian kegiatan sebelum proses pelelangan dan pelaksanaan kegiatan di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2018.

Dalam Instruksi Dirjen tersebut, disebutkan agar seluruh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pengendalian pada Unit Manajemen Proyek Ditjen Perhubungan Laut.

"KPA dan PPK agar dapat melaksanakan pelelangan dan kegiatan setelah Dirjen Hubla menerima rekomendasi dari tim Unit Manajemen Proyek Ditjen Hubla dan menyetujui pelaksanaannya," tutur Rudiana.

Adapun untuk seluruh kegiatan tahun anggaran 2018 yang sedang dan telah melalui proses pelelangan, dalam instruksi tersebut meminta satuan kerja untuk melapor dan melakukan review kepada Unit Manajemen Proyek Ditjen Hubla agar memperoleh rekomendasi sebagai bahan pertimbangan.‎ Selain itu juga untuk administrasi dokumen yang akan dievaluasi,  diserahkan kepada Unit Manajemen Proyek Ditjen Perhubungan Laut.

"Instruksi ini agar dijalankan sebagaimana mestinya sejak tanggal ditetapkan," ujar dia.

Rudiana melanjutkan,  menunjuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pasal 18 ayat 1, disebutkan  setiap pemimpin instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas dari sifat dan tugas fungsi instansi pemerintah yang bersangkutan sehingga keluarlah Instruksi Dirjen tersebut.

Pelaksanaan ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas produktivitas juga kinerja jajarannya di lingkungan Kemenhub Ditjen Perhubungan Laut, serta memastikan kegiatan dilakukan sesuai serta berfungsi sesuai yang diharapkan.

"Kita menginginkan semuanya transparan dan terbuka. Tidak ada satu hal pun yang disembunyikan atau ditutup-tutupi," kata Rudiana.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

 

KPK Panggil Eks Dirjen Hubla

Mantan Dirjen Hubla Jalani Pemeriksaan KPK-Antonius Tonny Budiono
Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono tersenyum usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (12/2). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Dirjen Hubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk pengembangan dari kasus suap perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Ditjen Hubla pada 2016-2017.

"Tim sedang mencermati informasi-informasi yang sudah muncul sebelumnya di penyidikan hingga persidangan. Ada kebutuhan pemeriksaan untuk pengembangan perkara," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat 26 Januari 2018.

Jaksa penuntut umum pada KPK mendakwa Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) nonaktif Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Antonius Tonny Budiono menerima suap Rp 2,3 miliar.

Menurut jaksa, uang tersebut diterima Tonny dari Komisaris PT Adiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan.

Pemberian uang tersebut berkaitan dengan proyek pekerjaan pengerukan alur Pelabuhan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, tahun 2016, dan pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda, Kalimantan Timur tahun 2016.

Uang tersebut sebagai suap yang diberikan Adi kepada Tonny. Sebab, Tonny menyetujui penerbitan surat izin kerja keruk (SIKK) untuk PT Indominco Mandiri dan PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten.

Selain itu, Tonny Budiono juga didakwa menerima gratifikasi. Tonny disebut jaksa KPK menerima gratifikasi dengan nilai total Rp 19,6 miliar.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman penjara 4 tahun dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan terhadap Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adiputra Kurniawan.

Dia merupakan penyuap Antonius Tonny Budiono selaku Dirjen Hubla terkait perizinan pengerukan empat pelabuhan di sejumlah wilayah di Indonesia.

"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana secara terus-menerus," ujar hakim Saifudin Zuhri dalam amar putusannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 18 Januari 2018.

Pada amar putusannya, hakim Saifudin menilai Adiputra tak mendukung semangat pemerintah Indonesia yang tengah giat memberantas tidak pidana korupsi.

Saifudin juga menilai, modus yang dilakukan Adiputra merupakan modus operandi yang baru dalam tindak pidana korupsi. Dengan begitu, ditakutkan perbuatan tersebut akan dilakukan oleh pihak lain.

"Melakukan perbuatan dengan modus operandi baru dengan menggunakan ATM yang dapat mempersulit pengungkapannya oleh penegak hukum yang memungkinkan ditiru oleh orang lain," kata dia.

Sementara hal-hal yang meringankan, yakni terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya, menyesali perbuatan, dan memiliki tanggungan keluarga.

Vonis tersebut tak berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya