BPS: Defisit 3 Bulan Berturut-turut Perlu Jadi Perhatian

BPS berharap neraca perdagangan surplus pada Maret 2018. Hal ini yang terjadi pada Maret 2017 surplus US$ 1,4 miliar.

oleh Septian Deny diperbarui 15 Mar 2018, 17:30 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2018, 17:30 WIB
Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Suasana pelayaran di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Indonesia diprediksi akan kembali mendulang surplus neraca perdagangan di April 2017 di bawah US$ 1 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia kembali defisit di Februari 2018. Pada  Februari 2018, defisit neraca perdagangan tercatat sebesar US$ 0,12 miliar.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, hal tersebut menjadi ketiga kalinya secara beruntun neraca perdagangan defisit. Sebelumnya pada Desember defisit US$ 0,27 miliar dan Januari juga defisit US$ 0,68 miliar.

Dia menuturkan, defisit dalam tiga bulan berturut-turut ini harus menjadi perhatian pemerintah. Sebab, terjadi anomali di mana pada Desember 2016 serta Januari dan Februari 2017 neraca perdagangan Indonesia mengalami suplus masing-masing sebesar US$ 990 juta, US$ 1,4 miliar dan US$ 1,2 miliar.

"Ini harus jadi perhatian karena tiga bulan berturut-turut neraca perdagangan kita defisit dari Desember 2017. Ini perlu jadi perhatian kita semua. ‎Tentu menjadi warning bagi kita," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Kamis (15/3/2018).

Selain itu, lanjut Suhariyanto, bila berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, potensi defisit juga masih akan terjadi pada sejumlah bulan di tahun ini, khususnya saat perayaan hari raya keagamaan seperti Idul Fitri.

"Sebenarnya kalau berkiblat tahun lalu. Defisit kita terjadi pada bulan Juli dan Desember. Kalau Juli, itu sebenarnya karena Lebaran sehingga ada kenaikan impor barang konsumsi," kata dia.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Selanjutnya

Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Sebuah kapal bersandar di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Penyebab kinerja ekspor sedikit melambat karena dipengaruhi penurunan aktivitas manufaktur dan mitra dagang utama, seperti AS, China, dan Jepang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Namun demikian, Suhariyanto berharap pada Maret 2018, neraca perdagangan akan surplus. Pada Maret tahun lalu, neraca perdagangan surplus sebesar US$ 1,4 miliar.

‎"Saya berharap surplus. Tentunya kalau kita lihat Januari-Februari agak terkoreksi ke bawah tetapi kita masih lihat bulan Maret. Mudah-mudahan Maret surplusnya masih bisa mengkompensasi," ungkap dia.

Selain itu, jika terus dibiarkan, lanjut Suhariyanto, defisit ini juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, pemerintah harus terus mendorong pertumbuhan ekspor, terutama dengan membuka pasar-pasar baru di negara nontradisional.

"Kalau bicara share dari ekspor ke pertumbuhan ekonomi sekitar 21 persen, impor sekitar 19,5 persen-20 persen. Jadi yang paling penting untuk memacu ke sana karena ekspornya pengaruh pendorong dan impornya faktor pengurang jadi minus. Harusnya yang paling bagus ekspor tinggi dan surplus tinggi. Itu baru akan berpengaruh besar kepada pertumbuhan ekonomi,"  ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya