Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memfasilitasi pengecer Bahan Bakar Minyak (BBM) ‎dengan status penyalur resmi sehingga kegiatan usahanya akan diatur.
Anggota Komite BPH Migas‎ Henry Ahmad mengatakan, BPH Migas mendorong penyebaran lembaga penyalur resmi BBM. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang wilayahnya belum terjangkau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Henry melanjutkan, lembaga penyalur yang sedang diprogramkan BPH Migas di antaranya pembangunan kios BBM non subsidi. Penyalur tersebut seperti pengecer BBM pada umumnya namun resmi terdaftar badan usaha. Sedangkan investasi pengecer resmi tersebut ditanggung pribadi atau swasta.
Advertisement
Baca Juga
"Di samping ini kami mendorong pembangunan penyalur khusus tapi non subsidi, itu eceran resmi legal," kata Henry, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (19/3/2018).
Henry menuturkan, pengecer BBM resmi tersebut akan memenuhi standar operasional untuk badan usaha, seperti standar takaran yang dikeluarkan Badan Meteorologi, keamanan dan keselamatan.
 "Itu sudah siap tinggal meteorologi. Pengecer ilegal itu enggak ada meterannya," ujar Hendry.
Harga jual ditetapkan oleh badan usaha yang memasok BBM. Saat ini sudah ada beberapa badan usaha yang siap memasok BBM ke lembaga pengecer resmi tersebut yaitu Elnusa Petrofin, Patra Niaga, Vivo dan AKR.
‎"Elnusa Petrofin, Patra Niaga, Vivo dan AKR komit mereka. Margin b to b. Yang dijual BBN non subsidi. Ini pribadi bisa, mengajukan ke badan usaha kita cuma fasilitasi," ujar dia.
Â
Â
RI Masih Kekurangan SPBU
Sebelumnya, Badan Pengatur Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan, saat ini jumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Indonesia belum sesuai dengan jumlah penduduk. Kondisi ini berpengaruh pada ketahanan energi.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Assa mengatakan, idealnya setiap 35 ribu penduduk terdapat satu unit SPBU. Sementara saat ini jumlah SPBU di Indonesia ada sekitar 7 ribu unit dengan jumlah penduduk 260 juta.
‎"Rasio jumlah penduduk dengan jumlah SPBU BBM masih tinggi, satu SPBU 35 ribu orang rasio rata-rata orang. Kita ada 6 ribu sampai 7 ribu SPBU, itu SPBU Pertamina dan badan usaha lain," kata Fanshurullah, di gedung MPR, Jakarta, Senin 19 Februari 2018.
Anggota komite BPH Migas, Yugi Prayogia menilai, jumlah SPBU secara nasional berkisar 6.000-7.000 dan tersebar di seluruh wilayah. Masih cukup rendah dibandingkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 260 juta orang.
"Rasio jumlah penduduk dengan pengadaan SPBU, itu masih sangat tinggi rasionya dibandingkan ASEAN," ujar dia.
Jugi menilai, masih rendahnya jumlah SPBU yang ada di Indonesia disebabkan investasi yang tinggi untuk membangun SPBU. Buat membuka satu SPBU di Jakarta, dana yang dibutuhkan paling tidak berkisar Rp 20 triliun.
Menanggapi hal itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan mendukung segala langkah BPH Migas dalam menjaga ketersediaan pasokan migas di Indonesia. Dia menilai, sektor energi merupakan salah satu hal yang paling penting untuk menjaga kedaulatan Indonesia.
"Migas adalah sektor yang menentukan masa depan bangsa kita. Itu di samping pangan. Jadi tugas bapak akan menentukan bagaimana arahnya di Indonesia. Karena kalau ini dua tidak berdaulat maka berat. Nanti bisa negara yang kena tangkap tidak bisa berkembang, sulit maju. Jadi stagnan," kata Zulkifli.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Advertisement