Kemnaker Diminta Manfaatkan Teknologi buat Awasi Tenaga Kerja Asing

Dengan sistem TI diharapkan keberadaan tenaga kerja asing akan lebih mudah terpantau.

oleh Nurmayanti diperbarui 27 Apr 2018, 18:33 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2018, 18:33 WIB
Tenaga kerja asing
Tenaga kerja asing. (Liputan6.com/Achmad Sudarno)

Liputan6.com, Jakarta Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta Kementerian Ketenagakerjaan di bawah Menteri Hanif Dhakiri meningkatkan pengawasan terhadap keberadaan tenaga kerja asing. Salah satunya dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi (TI) mengenai integrasi data penempatan tenaga kerja asing.

Dengan sistem TI, diharapkan keberadaan tenaga kerja asing akan lebih mudah terpantau. “Seperti memastikan lokasi kerja TKA dalam IMTA (izin mempekerjakan tenaga asing) sesuai dengan fakta lokasi kerja sebenarnya, mengingat sebanyak 90 persen dari TKA yang bekerja di Indonesia merupakan pekerja kasar,” jelas dia di Jakarta, Jumat (27/4/2018).

Mantan ketua Komisi Hukum DPR itu juga meminta Kemnaker bersama Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) untuk meningkatkan sarana prasana pelatihan bagi tenaga kerja lokal. “Sehingga tenaga lokal dapat memiliki bekal keterampilan yang mumpuni dan mampu bersaing dengan TKA,” jelas dia.

Selain itu, politikus yang akrab dipanggal Bamsoet ini meminta agar temuan Ombudsman Republik Indonesia tentang tujuh provinsi yang kebanjiran tenaga kerja asing untuk posisi buruh kasar segera ditindaklanjuti.

Terlebih, para tenaga kerja asing tersebut digaji tinggi untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya bisa dikerjakan oleh pekerja lokal.

Merujuk temuan Ombudsman, ada tujuh provinsi yang menjadi sasaran tenaga kerja asing pekerja kasar, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara, dan Kepulauan Riau. Gaji untuk tenaga kerja asing di posisi sopir mencapai Rp 15 juta, sedangkan pekerja lokal hanya digaji Rp 5 juta.

Dia pun meminta Komisi IX DPR harus segera memanggil Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengklarifikasi temuan Ombudsman itu. “Mengingat hasil temuan tersebut berpotensi menimbulkan konflik,” kata dia.

Legislator Golkar itu juga mengusulkan ke komisi terkait di DPR segera menggelar rapat gabungan guna mengkaji masalah tenaga kerja asing.

“Sekaligus untuk memberikan solusi bagi pelaksanaan Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing,” dia menandaskan.

Tonton Video Ini

Menaker: Jumlah Tenaga Kerja Asing di RI Lebih Sedikit Dibanding TKI di Luar Negeri

Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menyatakan, jumlah atau angka Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia masih tergolong proporsional. Hal ini menyusul kekhawatiran membanjirnya pekerja asing ke Indonesia pasca terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang TKA.

“Jadi tak perlu dikhawatirkan, bahwa lapangan kerja yang tersedia jauh lebih banyak dibandingkan yang dimasuki oleh TKA tersebut," ujar dia dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (27/4/2018).‎

Hanif meminta semua pihak agar tidak khawatir dengan maraknya isu TKA. Terbitnya Perpres tidak akan berdampak makin besarnya jumlah TKA di Indonesia karena aturan tersebut hanya mempercepat proses izin penggunaan TKA menjadi lebih cepat dan efisien.

Dia menjelaskan, berdasarkan data BKPM, investasi berkontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja. Dari 2 juta lapangan kerja, separuhnya sumbangan dari investasi. Lapangan kerja kerja yang tercipta tersebut, hanya sebagian kecil diisi oleh TKA.

“Tak perlu khawatir, proporsinya masih sangat didominasi TKI. Tenaga kerja asing hanya mengisi proporsi yang lebih kecil dalam kesempatan kerja di dalam negeri," kata dia.‎

Menurut Hanif, jumlah TKA di Indonesia, masih sangat wajar dibandingkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 263 juta jiwa. Sedangkan adanya Perpres TKA hanya mengatur kemudahan pada sisi prosedur dan birokrasi masuknya TKA, bukan membebaskannya sama sekali.

“Saya sering sampaikan ke publik, tidak perlu khawatir kalau bicara TKA di Indonesia. Proporsinya masih sangat rasional. Bahwa ada TKA ilegal itu, iya. Pemerintah tak pernah membantah bahwa yang ilegal itu ada. Tapi yang ilegal itu oleh pemerintah terus ditindak," lanjut dia.‎

Hanif menilai jumlah TKA di Indonesia masih tergolong rendah yakni sekitar 85.947 orang pekerja hingga akhir 2017. Sedangkan pada 2016 sebanyak 80.375 orang dan sebanyak 77.149 orang pada 2015. Angka ini tak sebanding dengan jumlah tenaga kerja asal Indonesia di luar negeri.

"TKI di negara lain, besar. TKI kalau survei World Bank, ada 9 juta TKI di luar negeri. Sebanyak 55 persen di Malaysia, di Saudi Arabia 13 persen, China-Taipei 10 persen, Hong Kong 6 persen, Singapura 5 persen," ungkap dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya