Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengaku belum mengetahui perihal kabar yang menyebut jika donatur aksi teror di Riau merupakan karyawan salah satu BUMN.
Rini mengungkapkan, hingga saat ini dirinya belum mendapatkan laporan terkait kabar tersebut. "Wah saya belum tahu itu, terus terang saya belum dapet laporannya," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (16/5/2018).
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Namun demikian, pihaknya akan mempelajari kabar ini. Jika terbukti terkait dengan teroris, maka pihak yang bersangkutan harus dikenakan proses hukum.
"Tentunya kita benar-benar pelajari dan itu memang satu hal, sudah melanggar hukum, sudah bisa diproses," kata dia.
Terkait dengan tindakan tegas, Rini memastikan hal tersebut akan diberikan setelah semuanya jelas. Namun dia maih belum mau berbicara banyak. "(Tindakan tegas). Ya pasti ada dong. Lihat saja," tandas dia
Tak Akui Pancasila
Dua orang terduga teroris asal Pekanbaru, Riau, yang ditangkap Densus 88 Antiteror dan Polda Sumatera Selatan (Sumsel), pada Senin 14 Mei 2018, tidak mengakui adanya Pancasila.
Ketika diinterogasi langsung oleh Kapolda Sumsel Irjen Pol Zulkarnain Adinegara, kedua terduga teroris tersebut sudah menghilangkan makna Pancasila dari kehidupan mereka.
Para terduga teroris yang ditangkap yaitu Heri Hartanto alias Abdul Rahman (39) dan Hengki Satria alias Abu Ansyor (38).
"Mereka hafal Pancasila, saya juga tanyakan mereka tentang makna Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Tapi makna dari seluruh silanya mereka hilangkan," ujar Kapolda Sumsel Irjen Pol Zulkarnain Adinegara saat membuka kegiatan Tatap Muka Forkopinda Sumsel di Aula Hotel Swarna Dwipa Palembang, Selasa (15/5/2018).
Salah satu terduga teroris asal Pekanbaru mengakui donatur mereka merupakan warga Pekanbaru, yang bekerja di salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mereka juga sudah menyebutkan identitas dan tempat tinggal dosen yang mengajar di universitas di Palembang, yang gagal mereka temui.
Namun, Kapolda Sumsel masih belum bisa menjadikan kesaksian kedua terduga teroris tersebut sebagai fakta hukum. Mereka akan mencari tahu bukti pendukung lainnya. Karena saat ditangkap, tidak ada bukti apa pun yang menguatkan mereka sebagai pelaku teroris.
"Kita akan caritahu apakah ada transfer uang, atau ada saksi yang melihat donatur tersebut memberikan dana ke mereka. Termasuk identitas dosen tersebut, bisa saja nama yang disebutkan palsu dan alamat yang dimaksud adalah perkantoran," katanya.
Informasi tersebut masih akan mereka kembangkan, salah satunya berkoordinasi dengan Densus 88, Polresta, dan Polda Riau. Kedua terduga teroris ini mengaku sebagai anggota Jamaah Anshorul Daarul (JAD). Bahkan mereka mendalami cara berjihad dari ustaz yang mereka panuti melalui internet.
Advertisement