Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia akan membuat kriteria tandingan minyak kelapa sawit, yang saat ini dirancang Uni Eropa untuk dicantumkan dalam Renewable Energy Directive (RED) II.
Menteri Koordinator Bidang Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, saat ini pemerintah membuat landasan kriteria sendiri terhadap minyak sawit, sebelum kebijakan Uni Eropa terkait pembatasan impor minyak kelapa sawit beserta turunannya ditetapkan pada Februari 2019.
"Kita lagi mempersiapkan sekarang milestone menghadapi Februari tahun depan, karena itu penenatuan teknis implementasi passing out 2030," kata Luhut, di Kantor Kementerian Koordinator Bidan Kemaritiman, Jakarta, Jumat (29/6/2018).
Advertisement
Baca Juga
Luhut menuturkan, Indonesia merupakan penghasil terbesar minyak sawit harus memiliki andil dalam penetapan kriteria minyak sawit dan turunannya, dengan adanya kriteria dari Indonesia kebijakan pembatasan impor minyak sawit oleh Uni Eropa akan lebih adil.
"Jadi isu masih perlu dirumuskan, jangan hanya dia punya pengertian, kita juga punya pengertian jangan sampai mau didikte harus equal," tutur dia.
Luhut ‎mengungkapkan, Pemerintah Indonesia akan membawa kriteria sendiri ke Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), melalui pertemuan yang dilaksanakan pada September 2018.
Indonesia meminta dukungan PBB karena minyak kelapa sawit dapat mengurangi kemiskinan di Indonesia, dengan adanya pengurangan impor minyak sawit akan berdampak pada kesejahteraan.
"Kemudian tadi kita mau ketemu nanti September di PBB menyangkut masal dampak dari passing out terhadap kemiskinan, Kelapa sawit itu berpengaruh terhadap perbaikan kemiskinan jadi gini rasio Indoneia turun karena palm oil," kata dia.
Â
Pemerintah Terus Pastikan Kebijakan Minyak Sawit Eropa Tak Diskriminasi
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia terus memastikan kebijakan impor minyak kelapa sawit yang dijalankan oleh Eropa tidak diskriminatif. Kebijakan pengurangan impor minyak nabati untuk kelapa sawit senada atau sejalan dengan produk nabati lain seperti jagung dan bunga matahari.Â
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri kementerian Perdagangan Oke Nurwan menjelaskan, Uni Eropa telah merevisi kebijakan pembatasan minyak sawit. Saat ini pembatasan tersebut akan dilakukan pada 2030 sama seperti produk lain. Kebijakan tersebut tertuang dalam Renewable Energy Directive (RED) II.
Semula, Indonesia menyatakan adanya kebijakan yang diskriminatif terhadap produk minyak sawit. Alasannya, dalam aturan di Eropa pengurangan tersebut dilakukan pada 2021 sedangkan produk lainnya dilakukan pada 2030.
"Tetang sikap kita terhadap REDII di Uni Eropa. Kita masih mempelajari, kita sudah paham bahwa face out palm oil dari dari 2021 sudah bergeser ke 2030," kata Oke, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Kamis 28 Juni 2018.
Menurut Oke, pemerintah Indonesia akan jeli menyikapi kebijakan tersebut. Jangan sampai pelaksanaan kebijakan tersebut akan melenceng dari tujuan semula. Dia ingin memastikan agar tidak ada diskriminasi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
"Jadi yang pertama itu yang diarahkan Pak Menteri jangan sampai itu hanya palm oil, tapi sifatnya harus tidak diskriminatif, artinya semua vegetable oil," tuturnya.
Jika dalam pelaksanaan kebijakan pengurangan impor minyak sawit terdapat diskriminasi yaitu hanya minyak sawit saja yang dibatasi dan minyak nabati tida mendapat perlakuan yang sama, maka Pemerintah Indonesia siap mengajukan gugatan.
"Tahap pertama yang kita pastikan manakala terjadi diskriminasi, kita lakukan dulu secara normatif kita gugat, apakah itu nanti mau retaliasi atau apa itu cerita lain," kata dia.
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement