Rupiah Tertekan Pernyataan Gubernur The Fed

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.392 per dolar AS hingga 14.418 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 18 Jul 2018, 11:49 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2018, 11:49 WIB
Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Petugas memperlihatkan uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan hari ini. Dolar AS kembali menguat setelah pimpinan Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) menunjukkan sikap optimis terhadap perekonomian AS

Mengutip Bloomberg, Rabu (18/7/2018), rupiah dibuka di angka 14.391 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan peerdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.378 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.392 per dolar AS hingga 14.418 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 6,31 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) rupiah dipatok di angka 14.406 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.391 per dolar AS.

Analis Monex Investindo Futures Putu Agus Pransuamitra mengatakan, nilai tukar rupiah terdampak pernyataan Gubernur The Federal Reserve Amerika Serikat Jerome Powell yang mengindikasikan kenaikan suku bunga acuan, sehingga mendorong dolar terapresiasi.

"Dolar kembali menguat setelah pimpinan The Fed menunjukkan sikap optimis terhadap perekonomian AS, dan memperkuat ekspektasi suku bunga naik dua kali lagi," ujar Putu.

Powell mengatakan di depan Komite Perbankan Senat Amerika Serikat pada Selasa (17/7) bahwa untuk saat ini, jalan terbaik ke depan bank bank sentral adalah terus meningkatkan suku bunga acuan secara bertahap.

"Kami menyadari bahwa, di satu sisi, menaikkan suku bunga terlalu lambat dapat menyebabkan inflasi yang tinggi atau ekses pasar keuangan. Di sisi lain, jika kami menaikkan suku bunga terlalu cepat, ekonomi dapat melemah dan inflasi dapat terus berlangsung di bawah target kami," ujar Powell.

"Seperti biasa, tindakan-tindakan kami akan bergantung pada prospek ekonomi, yang mungkin berubah ketika kami menerima data baru," katanya, menambahkan bahwa ekonomi AS telah tumbuh "pada kecepatan yang mantap" sepanjang tahun ini, dengan pasar kerja yang kuat dan inflasi dekat dengan target bank sentral.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya