Sri Mulyani Beberkan Kondisi Makro RI, Pertumbuhan Ekonomi hingga Rupiah

Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi semester I 2018 sebesar 5,1 persen, sementara pertumbuhan ekonomi semester II akan mancapai 5,3 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jul 2018, 16:00 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2018, 16:00 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati . (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menghadiri rapat kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan rakyat (DPR). Dalam kesempatan tersebut Sri Mulyani menjelaskan kondisi ekonomi makro semester I dan proyeksi asumsi ekonomi makro semester II.

Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi semester I 2018 sebesar 5,1 persen, sementara pertumbuhan ekonomi semester II akan mancapai 5,3 persen. Sehingga secara tahunan hanya akan mencapai 5,2 persen.

"Pertumbuhan ekonomi semester I diperkirakan mencapai 5,1 persen. Semester II capai 5,3 persen dan secara tahunan 5,2 persen. Lebih rendah dibanding target APBN sebesar 5,4 persen," ujarnya di Gedung DPR-MPR, Jakarta, Selasa (17/7/2018).

Selain pertumbuhan ekonomi, inflasi pada semester I 2018 mencapai 3,1 persen sedangkan pada semester II akan mencapai 3,5 persen. Secara tahunan inflasi akan mencapai 3,5 persen. Angka ini sesuai dengan target APBN 2018.

Kondisi ekonomi makro lainnya pada semester I 2018 seperti Rupiah rata-rata mencapai Rp 13.746 per USD. Untuk semester II diperkirakan akan mencapai Rp 14.000 per USD.

"Outlook hingga akhir tahun mencapai Rp 13.973 per USD. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan target APBN sebesar Rp 13.400 per USD," ujar Sri Mulyani.

Semester I suku bunga SPN sebesar 4,3 persen sedangkan pada semester II diprediksi akan naik menjadi 5,6 persen. Sehingga secara tahunan akan mencapai 5,0 persen lebih rendah dibandingkan target APBN sebesar 5,2 persen.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com


Harga Minyak

Untuk harga minyak pada semester I 2018, rata rata mencapai 67 dolar per barel. "Untuk outlook semester II kami prediksi berada pada angka 73 dolar per barel. Sehingga hingga akhir tahun mencapai 70 dolar per barel. Lebih tinggi dari pada terget APBN sebesar 48 dolar per barel," jelasnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, lifting minyak dan gas rata rata pada semester I mencapai masing masing 792.000 dan 1.086.

"Keseluruhan outlook lifting minyak dan migas berada di bawah target. Masing-masing 800.000 dan 1.200," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya