Inalum Sebut Kesepakatan Awal Divestasi Freeport Beri Titik Terang

Inalum menyebutkan ada tiga kesepakatan dalam Head of Agreement (HoA) yang harus diselesaikan pemerintah Indonesia terkait divestasi Freeport.

oleh Merdeka.com diperbarui 23 Jul 2018, 14:07 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2018, 14:07 WIB
banner penjualan saham Freeport
banner penjualan saham Freeport (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla (JK) berupaya mengembalikan kedaulatan negara di sektor tambang dengan dengan mengupayakan divestasi saham sebanyak 51 persen PT Freeport Indonesia (PTFI).

Pihak-pihak terkait antara lain Inalum, Freeport McMoRan, dan Rio Tinto sudah menandatangani Heads of Agrrement (HoA) pada Juli 2018 lalu. Namun upaya pengembalian saham PTFI belum selesai sampai di situ. Sebab, masih ada beberapa tahapan lagi yang perlu diselesaikan pemerintah sebelum bisa benar-benar memiliki 51 saham PTFI.

Head of Corporate Communication PT Inalum, Rendi Achmad Witular mengungkapkan, ada tiga kesepakatan HoA yang harus diselesaikan oleh pemerintah Indonesia. Pertama yakni melalui exchange agreement atau pertukaran informasi antaraa pemegang saham baru dan pemgang saham lama.

Kemudian kedua adalah, shareholders agreement atau seperti perjanjian kesepakatan antara pemegang saham dengan pemegang saham baru. Ketiga, adalah exchange agreement atau pertukaran informasi antara pemegang saham baru dengan pemegang saham lama. 

"HoA ini jangan terjebak kontrovesi ikat mengikat. Kami melihat ibaratnya di dalam perjalanan itu gelap tidak pernah terlihat ujungnya di mana. HoA ini secerca cahaya memberikan harapan ada jalan keluarnya itulah yang kita anggap HoA. Karena bagian dari komponen terberat dalam divestasi sudah terselesaikan yakni harga dan struktur transaksi," ujar dia dalam diskusi Forum Merdeka Barat, di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (23/7/2018).

Rendi menjelaskan, salah satu isi kesepakatan adalah Inalum akan membeli saham Freeport Indonesia senilai USD 3,85 miliar USD dengan pembagian USD 3,5 miliar untuk membeli saham Rio Tinto di Freeport, kemudian sisanya USD 350 juta untuk membeli saham Indocooper di Freeport.

"Jika Rio Tinto ini tidak diselesaikan akan berdampak pada berkurangnya pendapatan negara dari dividen karena mulai 2022 Rio Tinto akan langsung mendapatkan 40 persen hak dari produksi hingga 2041," tutur dia.

Randy mencontohkan, jika produksi 100 ton, Rio Tinto akan langsung mendapatkan 40 ton, dan sisanya 60 ton dibagi antara Indonesia dan FCX yang hasinya tercemin dalam dividen. " Maunya kita membeli saham FCX dan hak terkait Rio Tinto," kata dia.

 

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


JK Ungkap Alasan RI Tak Caplok 100 Persen Saham Freeport

Wapres Jusuf Kalla. (Dok Merdeka.com/Anggun P)
Wapres Jusuf Kalla. (Dok Merdeka.com/Anggun P)

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)  mengungkapkan alasan pemerintah tak mengakuisisi seluruh saham PT Freeport Indonesia (PTFI) tapi hanya sekitar 51 persen saham.

Hal itu disampaikan saat memberikan pembekalan terhadap 725 Capaja di Gor Ahmad Yani, Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur.

Menurutnya, salah satu alasan pemerintah hanya melakukan divestasi 51 persen karena Indonesia masih membutuhkan teknologi dari Freeport .

"Kita bisa saja berusaha lebih besar, namun masih butuhkan kerja sama. Baik kerja sama teknologi, juga kerja sama daripada pemasaran dan manajemen proyek besar ini," kata Jusuf Kalla, Jakarta Timur, Rabu 18 Juli 2018.

Ditambah, nilai saham Freeport terbilang cukup mahal karena bisa di atas Rp 100 triliun. Dan untuk membeli 50 persen saham tersebut, negara mengeluarkan uang sebesar Rp 50 triliun.

"Freeport itu sekarang kira-kira Rp 100 triliun lebih. Karena itu untuk membeli saham 51 persen lebih nilainya hampir Rp 50 triliun. Itu bukan hal yang mudah untuk berbicara investasi," ujarnya.

Dengan membeli 51 persen saham Freeport, JK berharap pekerja lokal bisa lebih terlibat dalam manajemen, teknologi, dan operasional. Di samping, pendapatan negara dari Freeport akan lebih besar.

"Jika nanti kita menguasai 51 persen maka Indonesia akan menguasai manajemen secara keseluruhan. Tapi secara teknis kita bisa bekerja sama dengan Freeport yang telah menguasai teknologi," ungkapnya.

"Jadi kita akan mendapat penghasilan lebih banyak, tenaga kerja yang lebih banyak, bagi teman-teman yang menguasai teknologi pertambangan dan sebagainya akan lebih banyak terlibat sehingga banyak menguntungkan bangsa ini," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya