Liputan6.com, Jakarta Pemerintah didesak untuk menuntut PT Freeport Indonesia menuntaskan kewajiban membayar denda kerusakan lingkungan sebesar Rp 185 triliun berdasarkan audit BPK RI pada 2016.
"Sesuai hasil penelusuran dan kajian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2016, ditemukan bahwa Freeport telah melakukan perusakan lingkungan di area sekitar tambang. Untuk itu BPK telah menetapkan sanksi atas kerugian kerusakan lingkungan periode 2013-2015 terhadap Freeport bernilai Rp 185 triliun," ujar Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies, Marwan Batubara di Jakarta, Kamis (26/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengatakan hasil audit menunjukkan jika Freeport memiliki masalah lain. "Freeport pun terbukti mengabaikan pembayaran pajak izin pakai peminjaman hutan dan juga penggunaan air tanah," lanjut dia.
Marwan menilai, pemerintah akan memperoleh beberapa keuntungan dengan menuntut Freeport Indonesia menuntaskan kewajiban denda kerusakan lingkungan tersebut.Â
Pertama, jika kewajiban tersebut dibayarkan, maka dana tersebut dapat dipakai pemerintah untuk membiayai pembelian saham Freeport sebesar USD 3,8 triliun, sesuai Head of Agreement (HoA).
"Padahal jika sanksi kerusakan lingkungan tersebut dipaksakan untuk dibayar, maka pemerintah tidak perlu harus mengeluarkan dana untuk membayar divestasi saham tersebut," jelas dia.Â
Keuntungan kedua yang bakal diperoleh adalah, jika PT Freeport menolak nilai sanksi yang dihitung BPK, pemerintah pun bisa menegosiasikan untuk dilakukan penghitungan ulang nilai divestasi.
"Dengan memanfaatkan jasa konsultan lingkungan independen. Minimal, pemerintah bisa menggunakan nilai sanksi kerusakan lingkungan tersebut untuk memperoleh harga saham yang lebih murah," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Umbu
Sumber:Â Merdeka.com
Bahas Isu Lingkungan Freeport, Menteri Siti Bakal Temui Jonan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya akan bertemu dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignatius Jonan untuk membahas mengenai masalah lingkungan PT Freeport Indonesia. Pertemuan ini dibutuhkan dalam rangka pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) operasi produksi Freeport.
"(Masalah lingkungan) itu kan nanti terkait dengan penerbitan IUPK. Freeport sudah berapa puluh tahun kan. Selama ini lingkungannya begitu ditolerir kan. Nanti saya akan duduk bersama Pak Jonan apa yang dia maksud tentang rekomendasi itu," jelas Menteri Siti di Kantor kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (27/7/2018).
"Kemudian, yang paling penting begini, yang disebut analisis mengenai dampak lingkungan atau izin lingkungan, atau hal yang berkaitan dengan lingkungan, itu yang paling penting adalah dia (Freeport) menyusun perencanaan bagaimana dia menangani persoalan lingkungan itu. Itu dulu dia harus punya baru kemudian kita ikuti cara dia menyelesaikannya," sambungnya.
Baca Juga
Menteri Siti mengatakan, hingga kini dari 34 dari 40 masalah lingkungan akibat penambangan Freeport telah diselesaikan. Sementara sisanya seperti tailing (limbah pasir) masih terus dikaji bagaimana jalan keluar agar tidak merusak lingkungan dikawasan papua.
"Terlepas dari Freeport itu divestasi atau tidak kalau persoalan lingkungan ya persoalan lingkungan. Dia punya beberapa item, 40 sekian item yang dia harus penuhi. Dan mereka sudah penuhi mungkin yg belum itu hanya tinggal 13an. Tapi itupun 7 dari 13 itu mereka sudah hampir siap memenuhinya," jelasnya.
Lebih lanjut, Menteri Siti berjanji terus melakukan pengawalan terhadap penyelesaian masalah lingkungan penambangan Freeport. KLHK sendiri telah membentuk tim khusus untuk berinteraksi langsung dengan tim Freeport.
"Nanti saya akan cek lagi karena kita kan punya tim pengendali di KLHK yang mimpin Pak Irjen. saya minta dia yang mimpin karena ini kan menyangkut 5 Ditjen. Saya minta untuk terus berinteraksi dengan tim teknisnya mereka karena kalau enggak dibicarakan sampai detail sangat sulit," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber:Â Merdeka.com
Â
Tonton Video Menarik Ini:
Advertisement