Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Peternakan dari Universitas Padjadjaran Rochadi Tawaf ‎menyatakan ada Peraturan Presiden (Perpres) khusus soal Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) bisa menyelesaikan berbagai persoalan susu nasional.
Oleh sebab itu, pemerintah diminta segera menyusun dan menerbitkan payung hukum ini. Dia menjelaskan, masalah terkait dengan susu ini mulai dari kewajiban industri pengolahan susu (IPS) bermitra dengan peternak lokal, pangsa pasar yang jelas, hingga harga susu di tingkat peternak yang terlalu rendah. ‎
"Sejak awal memang Perpres diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan SSDN yang begitu kompleks. Tanpa regulasi yang kuat, peternak lokal tidak akan bisa hidup," ujar dia di Jakarta, Senin (6/8/2018).
Advertisement
Baca Juga
Rochadi menuturkan, ada beberapa urgensi yang perlu diatur dalam usulan Perpres mengenai SSDN ini. Salah satunya soal kewajiban bermitra dan penyerapan SSDN oleh industri dan importir.Â
"Ini perlu ditetapkan rasio impor bahan baku dan rasio serapan dalam negeri," lanjut dia.
Selama ini, kata dia, penyerapan SSDN yang dilakukan oleh industri dan importir tidak optimal sehingga angka serapan produk lokal terabaikan.
Dengan rasio yang jelas dan diatur dalam Perpres, maka akan ada kewajiban bagi industri serta importir untuk melakukan serapan sekaligus kemitraan dalam upaya meningkatkan kualitas dan produksi SSDN.
Adanya Perpres juga diharapkan bisa mengatur soal pasar SSDN supaya lebih jelas. Rochadi melihat pemerintah perlu menetapkan pangsa pasar dalam negeri sebagai target utama dari SSDN.Â
"IPS dan Importir yang tidak menyerap SSDN, bisa saja mengolah di Indonesia, tapi produknya harus diekspor. Jadi pasar dalam negeri terjamin bagi produk yang menggunakan SSDN," ungkap dia.
Selain itu, Rochadi juga mengusulkan produk susu yang menggunakan SSDN dimasukkan ke dalam Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS).
"Ini tentu akan membuat produksi dalam negeri meningkat. Kejelasan pasar juga membuat harga yang terbentuk menjadi lebih baik bagi peternak," kata dia.
Sebagai informasi, sebelum era reformasi, masalah susu nasional sempat diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1985 tentang Persusuan Nasional. Aturan ini membuat kondisi persusuan nasional cukup kondusif bagi peternak karena adanya wajib serap terhadap SSDN.
Namun, aturan tersebut dicabut melalui Letter of Intent (LoI) antara pemerintah dengan International Monetary Fund (IMF) saat Indonesia dilanda krisis tahun 1998. Sejak saat itu, belum ada regulasi yang kuat untuk mengatur persoalan persusuan nasional yang saat ini kondisinya menyulitkan peternak sapi perah lokal.
Â
Perlu Aturan Setingkat Perpres untuk Dorong Produksi Susu Nasional
Sebelumnya, Pemerintah perlu menerbitkan payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) untuk mendorong peningkatan produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN). Selama ini, upaya untuk meningkatkan produksi SSDN hanya diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.
Direktur Industri Minuman, Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin)‎ Abdul Rochim mengatakan, dengan adanya peraturan yang levelnya lebih tinggi maka akan ada koordinasi dengan baik antara kementerian/lembaga (K/L) dan pemangku kepentingan terkait.
Sebab, masalah produksi susu ini bukan hanya menjadi tanggung jawab satu kementerian saja, tetapi juga banyak pihak. "Sehingga implementasi di lapangan soal SSDN oleh tiap kementerian terkait bisa jauh lebih efektif. Apalagi, SSDN memang menjadi tugas bersama sejumlah kementerian," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat 3 Agustus 2018.
Menurut dia, adanya Perpres juga akan lebih efektif untuk mendorong peningkatan kualitas dan produktivitas agar bisa berjalan lebih cepat. Dengan demikian, masalah harga susu yang rendah di tingkat peternak juga akan lebih mudah diselesaikan.
Sebab, pembentukan harga melalui mekanisme pasar akan cepat tercapai jika pasokan susu berkualitas berjalan lancar dan didukung kemitraan kuat.
"Yang terpenting bagi industri adalah mendapatkan bahan baku dengan kualitas dan kuantitas terjamin. Sehingga harganya bisa saling menguntungkan," kata dia.
Sementara itu, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Kementan Fini Murfiani menyatakan pihaknya siap untuk mendukung penyusunan payung hukum yang lebih tinggi. Menurut dia, hal ini penting untuk memberikan kepastian hukum bagi peternak dan industri pengolahan susu.
"Perlu pembahasan bersama untuk mematangkan regulasinya, termasuk soal prosedur. Kami siap memberikan data-data pendukung supaya bisa terealisasi," jelas dia.
Fini mengungkapkan, saat ini masalah SSDN sepenuhnya masih diatur dalam Permentan Nomor 26 Tahun 2017. Beleid ini mengatur kewajiban industri pengolahan susu dan importir menyerap SSDN, sekaligus bermitra dengan peternak sapi perah lokal.Â
"Ini sebagai upaya mendorong peningkatan produksi serta kualitas susu dalam negeri, yang juga akan berdampak pada perbaikan harga jual susu yang selama ini masih rendah," tandas dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement