Bareskrim Beberkan Pembobolan 14 Bank oleh SNP, Ini Respons BCA

Bareskrim Polri mengungkap kasus pembobolan dana 14 bank oleh lembaga pembiayaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP).

oleh Agustina Melani diperbarui 25 Sep 2018, 10:00 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2018, 10:00 WIB
Penipuan Dana Nasabah
Wakil Dittipideksus Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Daniel Tahi Monang dan Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo memeriksa barang bukti saat rilis kasus pembobolan dana nasabah di Jakarta, Senin (24/9). (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri mengungkap kasus pembobolan dana 14 bank oleh lembaga pembiayaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP). Dana yang digelapkan oleh induk perusahaan, yakni PT Cipta Mandiri Prima (Columbia), mencapai Rp 14 triliun.

Wakil Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Kombes, Daniel T. Monang Silitongan, menuturkan kasus itu terungkap dengan ada laporan Bank Panin pada awal Agustus 2018.

PT SNP mengajukan fasilitas pinjaman kredit modal kerja dan fasilitas rekening koran kepada Bank Panin periode Mei 2016-2017 dengan plafon kepada debitur sebesar Rp 425 miliar. "Tetapi pada Mei 2018, status kredit itu macet sebesar Rp 141 miliar," ujar dia seperti ditulis pada Senin, 24 September 2018.

 Bank Panin merasa ada kejanggalan dan melaporkan kepada pihak kepolisian. Hasil penyelidikan menunjukkan PT SNP diduga melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen, penggelapan, penipuan dan pencucian uang. “Modusnya dengan menambahkan, menggandakan, dan menggunakan daftar piutang (fiktif) berupa data list yang ada di PT CMP,” ujar dia.

Tak hanya terjadi di Bank Panin, fasilitas kredit yang diajukan PT SNP juga dilakukan kepada kreditur bank lain. Sekitar 14 bank yang terdiri dari bank BUMN dan swasta. "Total kerugian berkaitan dengan fasilitas kredit sekitar Rp 14 triliun,” ujar Daniel.

Salah satu bank yang dirugikan oleh Sunprima, yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja, menuturkan SNP dikenal Columbia merupakan pemain lama di bidang pembiayaan, sehingga dapat kepercayaan raih kredit.

"Kalau tidak salah sudah sejak tahun 1990-an. Jadi, wajar diberikan kepercayaan kredit dari bank dan selama ini baik,” ujar Jahja, lewat pesan singkat yang diterima Liputan6.com, seperti ditulis Selasa (25/9/2018).

Jahja menuturkan, pihaknya akan ikuti jalur hukum yang ada terkait kasus yang melibatkan SNP. "Kita ikuti jalur hukum yang berlaku saja,” kata dia.

Seperti diketahui, kasus membelit SNP bukan hanya soal kredit kepada 14 bank, tetapi juga medium term notes (MTN) atau surat jangka pendek. Hal ini lantaran kasus gagal bayar bunga MTN. OJK pun membekukan kegiatan usaha SNP sejak 14 Mei 2018.

Pembekuan usaha dilakukan lantaran perseroan belum sampaikan keterbukaan informasi kepada kreditur dan pemegang MTN hingga akhirnya batas waktu sanksi. Saat ini, SNP  jalani proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

 

OJK Kaji Penerbitan MTN lewat Bursa Efek Indonesia

Kepala OJK Wimboh Santoso
Kepala OJK Wimboh Santoso menyampaikan paparan dalam pertemuan dengan pimpinan bank umum Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/3). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengkaji penerbitan Medium Term Notes (MTN) atau surat utang jangka pendek melalui Bursa Efek Indonesia (BEI). Rencana tersebut sebagai buntut adanya kerugian yang dialami oleh salah satu perusahaan, yaitu PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP). 

"Kita akan berpikir kalau perlu semua MTN ini bisa saja nanti kita pikirkan apa semua-semua MTN dikeluarkan melalui bursa dan kajian lagi kita pikirkan," kata Ketua Dewan Komisaris OJK Wimboh Santoso, di kantornya, Senin, 4 Juni 2018.

Semua yang terdaftar melalui bursa akan menjadi lebih transparan. Dengan demikian diharapkan bisa mencegah atau meninimalkan risiko kerugian seperti yang dialami oleh SNP. Selama ini, penerbitan MTN hanya melalui proses audit oleh akuntan publik.

"SNP finance ini MTN ini adalah transaksi yang tidak melalui izin OJK, jadi betul-betul transaksi private yang seharusnya ini bisnisnya sudah diverifikasi oleh rating agency yang dasarnya adalah laporan akuntan publik dan ini adalah kredibilitas dari para pihak akuntan sehingga tidak mendeteksi dan MTN ini menjadi default," ujar dia.

Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi telah membekukan kegiatan usaha PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP), yang beralamat di Komplek Jembatan Lima Indah Blok 15E Nomor 2 Jalan K.H. Moh Mansyur, Jakarta Pusat 10140.

Pembekuan kegiatan usaha PT Sunprima Nusantara Pembiayaan dikeluarkan melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Nomor S-247/NB.2/2018 tanggal 14 Mei 2018 tentang Pembekuan Kegiatan Usaha PT Sunprima Nusantara Pembiayaan, terhitung sejak tanggal 14 Mei 2018.

Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan (POJK 29/2014), PT Sunprima Nusantara Pembiayaan telah dikenakan sanksi peringatan pertama hingga peringatan ketiga karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 53 POJK 29/2014 yang menyatakan bahwa "Perusahaan Pembiayaan dalam melakukan kegiatan usahanya dilarang menggunakan informasi yang tidak benar yang dapat merugikan kepentingan debitur, kreditur, dan pemangku kepentingan termasuk OJK."

"Sanksi pembekuan kegiatan usaha kepada PT Sunprima Nusantara Pembiayaan dikeluarkan karena perusahaan tersebut belum menyampaikan keterbukaan informasi kepada seluruh kreditur dan pemegang Medium Term Notes (MTN) sampai dengan berakhirnya batas waktu sanksi peringatan ketiga," ucap Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK, Anto Prabowo, dikutip dari keterangannya di Jakarta, Jumat, 18 Mei 2018.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya