Rizal Ramli Prediksi Ekonomi RI Hanya Tumbuh 5 Persen

Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli, menilai arah kebijakan ekonomi Indonesia belum tepat.

oleh Merdeka.com diperbarui 26 Sep 2018, 20:50 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2018, 20:50 WIB
Rizal Ramli
Mantan Menko Kemaritiman, Rizal Ramli memberikan keterangan usai menemui Ketua MPR, Zulkifli Hasan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (3/5).(Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli, mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan lebih dari kisaran 5 persen. Hal ini karena kebijakan ekonomi pemerintah yang dalam pandangannya, salah arah.

"Mari kita flashback, kok bisa kita (Indonesia) ada di titik bawah ini. Penjelasannya sederhana, cara ambil kebijakan ekonominya salah, malah lakukan pengetatan saat ekonomi dunia alami perlambatan. Jangan aneh jika ekonominya nyungsep paling muter di sekitar 5 persen saja," kata Rizal dalam sebuah diskusi di Hotel Ibis Harmoni, Jakarta, Rabu (26/9/2018). 

Dia menuturkan, kinerja ekonomi Indonesia saat ini yang bertumpu pada pengumpulan pajak, dan pemotongan anggaran atau yang lebih dikenal dengan istilah 'Austerity' tidak akan memompa ekonomi, tapi justru membuat ekonomi melambat. 

"Kalau sangat super konservatif yaitu saat ekonomi sedang perlambatan, potong anggaran, pengetatan. Austerity program gagal di seluruh dunia," kata Rizal.

Menurut dia, salah satu negara yang pernah menelan pil pahit austerity, adalah Yunani. Yunani sudah coba menerapkan kebijakan ini sebanyak tiga kali dan berakhir gagal. 

"Yunani gagal 3 kali masyarakat ekonomi makin miskin. Harga saham perusahaan jatuh barulah datang pengusaha dari China yang beli aset-aset harga murah," kata dia.

"Jadi tidak aneh yang terjadi hari ini. Kalau obatnya pengetatan, uber pajak, potong anggaran pasti begini. Banyak di Indonesia orang tidak ngerti. Bisa kok membaik, apanya yang bisa membaik. Obat udah dites puluhan kali di Asia Afrika," ujar dia.

Oleh karena itu, kebijakan menjadi tidak populer, terutama di negara-negara maju. "Negara maju tidak mau pakai ini. Negara maju kalau ekonomi melambat dia pompa stimulus dengan tingkat bunga yang murah,” kata dia.

"Jepang juga demikian. Trade war barang-barang dia bermasalah. Maka dia injeksikan uang ke sistem perbankan besar sekali, sehingga mata uangnya jatuh menciptakan stimulus baru," tambah dia.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 

Rizal Ramli Kritik Kenaikan Tarif Barang Impor

Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Aktifitas kapal ekspor impor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Proyeksi tersebut menyusut dari realisasi surplus di bulan sebelumnya yang sebesar US‎$ 1,23 miliar karena ekspor melemah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Mantan Menko Maritim, Rizal Ramli kritik kebijakan kenaikan tarif impor yang dikeluarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Dia menuturkan, kebijakan anyar yang menyasar 1.147 komoditas impor tersebut tidak berdampak signifikan pada turunnya impor dan perbaikan neraca perdagangan.

"Kebanyakan itu komoditas ecek-ecek semua, lipstik, sabun, kagak penting amat yang total impor hanya USD 5 bilion dan kebanyakan menyentuh pengusaha menengah. Dengan langkah yang diambil oleh pemerintah, paling impor hanya berkurang USD 500 juta," kata dia dalam diskusi di Hotel Ibis Harmoni, Jakarta, Rabu 26 September 2018.

Dia mengatakan, Kementerian Keuangan seharusnya menyasar komoditas yang masuk dalam daftar "Top 10" komoditas impor Indonesia, antara lain baja dan produk baja, plastik, kendaraan serta peralatan mobil. Komposisi ke-10 komoditas tersebut terhadap total impor mencapai 67 persen.

"Tidak berani menyentuh the top 10 dari impor Indonesia yang mencapai 67 persen. Misalnya tidak berani ambil langkah kurangi baja. Padahal Krakatau Steel merugi kalah dari impor baja dan produk impor baja dari China yang di situ ada ekses capasity, dia banting harga, baja impor kita kalah USD 10,6 miliar," kata dia.

Dia yakin, dengan membatasi impor komoditas "Top 10" tersebut Indonesia dapat mengurangi nilai impor secara signifikan.

"Ambil langkah tuntut China di pengadilan karena dumping. Masa tidak berani. Impor pasti berkurang, dari USD 10 bilion paling ke USD 3 bilion," tegas Rizal.

"Selain itu plastik, vehicle, peralatan mobil. Ini juga tinggi sekali ambil dong langkah. Apa dengan naikkan pajak impor, pajak penjulan. Kok doyannya yang kecil-kecil," tambah dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya