Liputan6.com, Jakarta - Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo) Septriana Tangkary meminta masyarakat untuk berhati-hati dalam membeli produk yang dipasarkan lewat media sosial, semisal Instagram dan Facebook.
Dia meminta masyarakat untuk teliti sebelum membeli produk yang dijual di medsos. Beberapa hal sederhana yang dapat dilakukan antara lain, mengecek keaslian produk dan penjual yang menawarkan produk.
"Belanja online kan lewat IG (Instagram), Lewa FB (Facebook) itu kita harus hati-hati. Apa memang penjual ini benar," kata dia saat ditemui, di acara 'UMKM go online', di JCC, Jakarta, Jumat (28/9/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia malah mendorong masyarakat agar berbelanja di platform market place yang sudah ada. Sebab, keamanan transaksi dan kepastian produk sudah terjamin.
"Tapi kalau sudah masuk ke market place ini kan sudah ada sistem. Mulai dari sistem untuk pembayaran sistem untuk membeli itu sudah tertata semuanya," jelas dia.
Pemerintah, melalui Kementerian Kominfo, kata dia bahkan telah menyediakan portal khusus bagi masyarakat untuk mengecek apakah rekening yang disampaikan oleh penjual online benar-benar asli.
Dia menjelaskan, melalui portal bernamaCekrekening.id ini pengecekan keaslian produk dapat dilakukan dengan mudah. Portal ini juga dapat dilakukan untuk melaporkan rekening palsu.
"Cek rekening dulu. Benar nggak saya harus kirim ke rekening itu," tandasnya.
Hambatan Utama Jualan Online di Media Sosial
Pada 2010, Levi Strauss meluncurkan 'Friends Store' yaitu sebuah channel berbelanja berbasis di Facebook yang memungkinkan pembeli untuk login lewat Facebook dan memberikan Like atau Share produk-produk Levi.
Namun, 5 tahun berjalan, clothing brand tersebut mengalami penurunan Like pada produk di toko online miliknya--seperti kebanyakan brand lain yang menggunakan channel seperti ini.
Sementara Twitter telah menguji berbagai cara untuk mengintegrasikan social commerce. Meskipun taktik ini biasanya menjadi berita utama, mereka kesulitan memecahkan masalah untuk meyakinkan orang membeli melalui Twitter.
BACA JUGA
"Salah satu hambatan utama untuk mensosialisasikan cara belanja adalah banyak orang yang enggan mencampur pengalaman berbelanja dengan aktivitas jejaring sosial mereka," kata Silvia Ratna, CEO Refeed.id dalam keterangannya, Jumat (14/9/2018).
Silvi melanjutkan, mereka melihat situs seperti Facebook dan Twitter sebagai alat untuk berkomunikasi dengan teman dari pada tempat untuk berberlanja. Kendala umum lainnya adalah ketidakyakinan pengguna media sosial untuk memasukkan data dalam berbelanja di jejaring sosial.
"Beberapa tahun terakhir banyak muncul situs belanja yang memiliki fitur sosial, seperti Wanelo, Fancy, Fab.com, dan Polyvore. Dikarenakan situs-situs tersebut dirancang khusus untuk berbelanja, mereka tidak mengalami hambatan seperti yang disebutkan di atas," ujarnya menjelaskan.
Advertisement