Rupiah Terus Melemah terhadap Dolar AS, Berapa Angka Wajarnya?

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah. Bahkan hari ini berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (JISDOR) rupiah berada di 15.133 per dolar AS

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 04 Okt 2018, 17:45 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2018, 17:45 WIB
Rupiah Tembus 13.820 per Dolar AS
Teller menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Jumat (20/4). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah. Bahkan hari ini berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (JISDOR) rupiah berada di 15.133 per dolar AS, melemah jika dibandingkan sehari sebelumnya yang berada di 15.088 per dolar AS. Lalu berapa nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya?

Direktur Eksekutif Economic Action (ECONACT) Indonesia, Ronny P Sasmita, mengatakan saat ini rupiah tengah memasuki titik keseimbangan yang baru.

"Posisinya sudah susah memang, kita berhadapan dengan dua kondisi yang sulit new normal dan secular stagnation," kata Ronny kepada Liputan6.com, Kamis (4/10/2018).

Ronny menuturkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sesuai fundamentalnya berada di angka 15.000 per dolar AS. Pelemahan rupiah, Ronny menyebutkan karena ada capital ouflow dari para investor. Penyebab utamanya di mata investor proyeksi defisit transaksi berjalan akibat kenaikan harga minyak dunia.

Faktor lainnya, menurut Ronny, yang dilihat investor adalah deflasi. Deflasi pertanda menurunnya permintaan, sehingga harga barang dan jasa terdeflasi.

"Arti lainnya, proyeksi pertumbuhan kuartal tiga dan empat bisa meleset lumayan jauh karena demand terdeflasi. Penyebabnya boleh jadi karena inflasi barang barang konsumsi yang diimport," ujar dia (Yas)

 

Rupiah Tembus 15.100 per Dolar AS

Rupiah Tembus 13.820 per Dolar AS
Teller menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Jumat (20/4). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) makin melemah. Bahkan nilai tukar rupiah sentuh posisi 15.100 per dolar AS.

Mengutip data Bloomberg, nilai tukar rupiah melemah ke posisi 15.120 atau melemah 45 poin pada pembukaan perdagangan Kamis pekan ini. Pada perdagangan kemarin, rupiah ditutup di posisi 15.075 per dolar AS.

Sepanjang Kamis pekan ini, rupiah bergerak di kisaran 15.120-15.187 per dolar AS. Sepanjang tahun berjalan 2018, rupiah sudah melemah 12,04 persen.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menunjukkan rupiah berada di posisi 15.133 per dolar AS atau melemah 45 poin pada 4 Oktober 2018 dari periode perdagangan 3 Oktober 2018 di posisi 15.088 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, menuturkan nilai tukar rupiah merosot cenderung didorong sentimen eksternal terutama kekhawatiran perang dagang. David menuturkan, JP Morgan menyebutkan perang dagang akan berlangsung lama sehingga memicu kekhawatiran pasar. Selain itu, pasokan valuta asing juga belum berimbang dengan permintaan.

“Di pasar modal masih terjadi outflow. Permintaan valas untuk minyak tinggi tetapi pasokan terbatas. Permintaan valas belum berimbang karena pasokan,” ujar David saat dihubungi Liputan6.com.

Meski demikian, menurut David pelemahan rupiah masih bertahap sehingga masih bisa diantisipasi pelaku usaha sektor riil. Apalagi tren rupiah melemah terjadi sejak 2012. “Pelemahan rupiah pelan-pelan. Tidak seperti Turki. Pelaku usaha juga tidak ingin penguatan dan pelemahan mata uang terlalu cepat,” ujar David.

David menuturkan, rupiah masih tertekan hingga akhir tahun. Nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran 14.800-15.000 hingga akhir 2018.

Oleh karena itu, David mengharapkan Bank Indonesia dan Pemerintah dapat merespons dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan. BI diperkirakan masih menaikkan suku bunga acuan sekitar 25 basis poin-75 poin hingga akhir 2018. Hal itu dilakukan untuk menekan defisit transaksi berjalan dan menstabilkan nilai tukar rupiah.

“Defisit transaksi berjalan harus turun karena tantangan tahun depan lebih berat. Kuartal III, defisit transaksi berjalan akan di bawah tiga persen,” kata David.

Ia menuturkan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi antara lain perang dagang berlangsung lama, kenaikan suku bunga acuan the Federal Reserve dan harga minyak dunia.

Sedangkan pemerintah diharapkan dapat memberikan insentif agar pengusaha dapat mengendapkan devisa hasil ekspor di Indonesia.

“Dorong ekspor susah. Namun dana ekspor diharapkan masuk dengan buat insentif menarik agar pengusaha konversikan ke rupiah,” ujar David.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya