Liputan6.com, Bogor - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah pinjaman yang disalurkan oleh perusahan financial technology (fintech) berbasis peer to peer (P2P) lending per Agustus 2018 mencapai Rp 11,68 triliun. Angka ini diperkirakan tumbuh lebih tinggi hingga akhir tahun 2018.
"Kami antisipasi sampai dengan akhir Desember Rp 18 triliun sampai Rp 20 triliun. Karena itu data Agustus sekarang sudah September, Oktober, saya khawatir ini September Oktober kita masukan kami melihat tren pertumbuhannya kami antisiapsi diangka itu," kata Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi, dalam media gathering, di Bogor, seperti ditulis Sabtu (20/10/2018).
Berdasarkan data OJK, kontribusi jumlah pinjaman yang disalurkan masih dominan berasal dari Jawa, terutama dari Jawa Barat yakni sebesar Rp 2,5 triliun.
Advertisement
Baca Juga
Bahkan jumlah pinjaman di luar Jawa kata dia juga sudah mulai merata untuk jumlah pinjamannya. Sementara, kata Hendrikus jumlah agregat borrower atau pinjaman yang tercatat saat ini sudah mencapai 1,8 juta orang.
"Kami tidak fokus pada lender atau pemberi pinjaman. Kami fokus pada borrower, berapa banyak orang bisa dilayani. Kami antisipasi sampai akhir tahun ini sampai 3 juta borrower," imbuhnya.
Dengan begitu, kata dia keberadaan bisnis fintech P2P lending akan semakin dirasakan manfaatnya di pelosok daerah Indonesia dengan menyalurkan pendanaan baik ke masyarakat maupun Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
"Kami selalu berusaha memastikan bahwa fintech P2P lending di Indonesia itu sehat," ujar dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
73 Penyedia Pinjaman Online
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terdapat 73 perusahaan financial technology (Fintech) berbasis peer to peer (P2P) lending. Jumlah pelaku bisnis ini diyakini akan terus bertambah, karena masih ada ratusan perusahaan yang antri untuk terdaftar dan mengantongi izin.
"Ada 73 penyelenggara fintech P2P lending. Dari 73 tersebut, berizin satu, 72 terdaftar, dan dari 72 terdaftar ini ada 17 diantara mereka sedang mengajukan proses perizinan," kata Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan OJK, Hendrikus Passagi dalam acara media gathering, di Bogor, seperti ditulis Sabtu 20 Oktober 2018.
Hendrikus mengatakan, dengan pertumbuhan fintech P2P lending ini sekiranya dapat membantu kebutuhan dalam inklusi pembayaran serta pendanaan untuk masyarakat. Sebab menurut dia untuk mendapatkan pendanaan dari perbankan konvensional masyarakat harus melewati serangkaian proses terlebih dahulu.
"Ada kebutuhan masyarakat yang tidak bisa dipenuhi. Makanya salah satunya dengan menghadirkan fintech P2P lending. Mau pinjam uang, 15 menit langsung cair. Uangnya adalah dari orang yang memang berniat meminjamkan uang tersebut,” ujar dia.
"Ada gap financing yang besar. Ada yang enggak bisa diisi oleh perbankan konvensional. Makanya akan lebih baik jika kolaborasi dengan fintech P2P lending," sambung Hendrikus.
Hendrikus menyatakan, kondisi tersebut memang bukan kesalahan atau kekurangan perbankan dalam memberikan pendanaan bagi masyarakat. Karena uang yang ada di perbankan bukanlah milik bank, namun milik nasabah. Sehingga tidak heran jika perbankan harus sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit.
Oleh karena itu, dirinya menilai kehadiran P2P lending akan menjadi solusi keuangan di masa depan. Peer to peer landing atau disebut P2P merupakan salah satu jenis fintech yang melayani layanan pinjam meminjam uang.
P2P ini mempertemukan antara pemberi pinjaman dengan para pencari pinjaman dalam satu platform. Investor atau pemberi pinjaman akan mendapatkan bunga dari dana yang dipinjamkan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement