Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menilai, kebijakan menaikan suku bunga yang dilakukan perlu dilakukan agar investor tetap bertahan di tengah ketidakpastian situasi ekonomi global saat ini.
Dia mengatakan, kondisi perekonomian dunia yang kini sedang goyang lebih banyak disebabkan faktor eksternal dibanding dari dalam negeri.
"Ada dua hal yang sangat menonjol terkait perubahan kebijakan. Pertama, normalisasi kebijakan suku bunga Amerika Serikat (The Fed), kemudian kedua kebijakan pengenaan tarif oleh pemerintah Amerika Setikat kepada China dan negara lainnya," papar dia di Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Advertisement
Baca Juga
Akibatnya, dia menyebutkan, hal ini berdampak cukup besar ke seluruh dunia. "Sehingga beberapa negara menyesuaikan kebijakan suku bunganya supaya investor portfolio mempunyai atau mengurangi sentimen negatif terhadap pasar keuangan di negara tersebut," tambahnya.
Dia menyatakan, investor asing yang ada di dalam negeri pasti akan pindah bila negara tidak mengikuti kebijakan. Amerika Serikat dalam menaikan suku bunga.
"Orang punya persepsi bahwa adanya pengenaan tarif akan mempengaruhi kapasitas ekspor ke Amerika di beberapa negara. Ini hanya persepsi ke depan saja," ucapnya.
Jika dilihat dari data statistik, Wimboh menyampaikan, lewat kenaikan suku bunga ini sektor perbankan dalam negeri jadi memiliki ruh yang cukup kuat lantaran punya cukup ruang yang luas untuk melakukan efisiensi.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa sisi likuiditas perbankan dalam negeri pun masih baik meski kredit tumbuh agresif. Dia mencatat, pertumbuhannya pada Agustus 2018 berada di kisaran 12 persen.
"Tapi ini karena memang dunia usaha mulai menggeliat. Harga komoditi mulai naik. Kalau dulu diperhatikan ditakutkan pertumbuhan kredit lambat karena pertumbuhan komoditi juga lambat," tutur dia.
OJK Tunda Penagihan Kredit Rp 16,2 Triliun di Palu dan Donggala
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan total kredit di wilayah bencana yaitu Donggala, Palu dan Parigi Moutong mencapai Rp 16,2 triliun.
Ketua Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, angka tersebut belum termasuk perhitungan untuk kewajiban kredit bagi para korban bencana.
"Total kredit di daerah bencana di Kabupaten Donggala, Kota Palu dan Kabupaten Parigi Moutong itu sekitar Rp 16,2 triliun. Ini total kredit, bukan yang terkena dampak," ujar dia saat mengadakan sesi konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Baca Juga
Dia menambahkan, besaran itu pun sebenarnya masih terbilang kecil, atau sekitar 0,3 persen dari total kredit industri nasional. Lebih lanjut, ia juga meminta pihak perbankan untuk menunda penagihan kredit kepada warga Sulawesi Tengah yang menjadi korban.
"Jadi tidak ditagih dulu, direstrukturisasi, kemudian diberi kemudahan," ucapnya.
"Jadi yang direstrukturisasi yang benar-benar kena dampak. Sehingga nanti bank-nya masing-masing memilih mana yang bisa direstrukturisasi," dia menambahkan.
Wimboh juga menyampaikan, pihaknya sedang mengkaji aturan yang memperbolehkan pihak bank untuk menghapus seluruh kredit korban bencana.
"Kita bilang kalau kena dampak ini kita tidak tagih dulu. direstrukturisasi, diberi kemudahan atau dijadwalkan ulang itu tergantung kondisi nasabahnya. Tapi kalau nasabahnya punya hak, dia bisa datang ke bank, saya kan diperbolehkan untuk merestrukturisasi, jadi saya berusaha dulu," tutur dia.
Advertisement