Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim di Pengadilan Niaga (PN) Surabaya akan memutuskan sidang putusan perkara utang PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) pada 7 November 2018.
Sekretaris Perusahaan PT PPA, Edi Winarto, menuturkan, majelis hakim sedang mempelajari laporan dari pengurus atas hasil voting pada saat rapat kreditur 31 Oktober 2018.
Sebelumnya pada sidang 2 November 2018, belum ada keputusan. Hal itu lantaran majelis hakim mempelajari laporan dari pengurus atas hasil voting pada saat rapat kreditur 31 Oktober 2018. Sidang perkara utang Merpati Airlines diputuskan 7 November 2018.
Advertisement
Baca Juga
Edi menuturkan, sebagian kreditur setuju atas rencana perdamaian. Namun, hal tersebut juga masih membutuhkan perhitungan dan persetujuan dari kreditur separatis (dengan jaminan) dan konkuren (tanpa jaminan).
"Sebenarnya lebih banyak kreditur yang setuju atas rencana perdamaian. Cuma perhitungan persisnya harus menunggu karena perhitungan bukan hanya didasarkan pada jumlah kreditur tetapi dikaitkan dengan jumlah outstanding juga. Di samping itu juga harus dilihat persetujuan kreditur separatis dan konkuren, dan itu juga yang sedang dipelajari," kata Edi saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis Selasa (6/11/2018).
Adapun pada rapat kreditur 31 Oktober, menurut Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Capt. Asep Ekanugraha, dihadiri oleh 3 kreditur separatis dan 84 kreditur konkuren.Â
Asep menuturkan, kalau sebagian besar kreditur konkuren mendukung penuh perseroan beroperasi. Di sisi lain ada juga kreditur yang menolak damai. Pihaknya pun berharap ada jalan keluar untuk penyelesaian utang Merpati Nusantara Airlines. Total utang kepada kreditur sekitar Rp 10,9 triliun.
"Semoga majelis hakim tidak hanya mempertimbangkan atas vote semata, tapi melihat justru sebagian kreditur konkuren mendukung penuh untuk MZ Homologasi dan dapat beroperasi kembali, yang akhirnya justru akan membawa manfaat bagi negara. Ditambah jalan keluar bagi seluruh kreditur pasca PKPU," ujar dia.
Â
Fasilitas Merpati Bakal Jadi Pusat Perawatan Pesawat Militer
Sebelumnya, Merpati Maintenance Facility yang bertempat di Surabaya, Jawa Timur, akan dijadikan sebagai pusat perawatan pesawat militer.
"Kami kembangkan untuk basis perawatan pesawat militer atas permintaan," kata Direktur Bisnis & Base Maintenance GMF Tazar Marta Kurniawan saat peninjauan ke fasilitas perawatan roda pendaratan di Tangerang, Banten, seperti dikutip dari Antara, Kamis 11 Oktober 2018.
Dia mengatakan rencananya tahun depan sudah bisa digunakan. Saat ini masih menunggu otorisasi dari Federal Aviation Administration (FAA) dan European Aviation Safety Agency (EASA).
Proses perawatan pesawat militer akan bekerja sama dengan Garuda Maintenance Facility (GMF AeroAsia) yang sudah dilakukan sejak 2016.
"Rencana kita dipusatkan di sana, kemarin baru ditambahkan dengan adendum kerja sama dengan Merpati," katanya.
Dalam kerja sama tersebut, Tazar menjelaskan GMF akan menggunakan dua line dari total empat line yang dimiliki MMF.
MMF, lanjut dia, akan tetap difokuskan untuk perawatan mesin pesawat baling-baling, yaitu turboprop."Modifikasi kita menjadikan pesawat penumpang menjadi menjadi pesawat kargo, seperti untuk di Jaya Wijaya itu, kemudian kita kembangkan basis perawatan pesawat militer," katanya.
Secara legalitas, lanjut dia, GMF sudah mengantongi izin dari Kementerian Pertahanan sebagai industri perawatan pesawat militer.
"Sebenarnya GMF sendiri secara organisasi sudah dianggap oleh Kemenhan sebagai industri MRO pertahanan," katanya.
Sejak beberapa tahun belakangan, lanjut dia, MMF sebetulnya sudah melakukan perwatan pesawat militer, namun untuk jenis pesawat kecil, seperti helikopter.
"Kita sudah pernah melakukan 'heavy check' di sana untuk pesawat ATR, tapi belum ada 'EASA approval'," katanya.
Dia menargetkan setelah seluruh proses selesai, akan segera dilakukan pengerjaan perawatan. "Insya Allah secepatnya, begitu dapat pesanan, kita kerjakan di sana," katanya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement