Pemerintah Masih Cari Lahan Buat Bangun Kilang Tuban

Ada rencana untuk memindahkan lokasi kilang dari Tuban ke Situbondo.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Nov 2018, 19:45 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2018, 19:45 WIB
20160114-Melihat Pusat Minyak Mentah Pertamax di Indramayu
Petugas PT. Pertamina (Persero) melintas Refinery Unit (RU) atau kilang VI Balongan di Indramayu, Jawa Barat, (14/1). RU VI Balongan merupakan tumpuan produksi BBM jenis Pertamax Series milik PT. Pertamina (Persero). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah belum menentukan lahan untuk pembangunan ‎proyek New Grass Rooot Refinery (NGRR) Kilang Tuban. Saat ini pemerintah masih melakukan kajian untuk mendapat lahan yang cocok.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, Kementerian ESDM masih melakukan kajian lahan yang cocok untuk lokasi pembangunan Kilang Tuban. Sudah ada dua pilihan lokasi antara Situbondo dan Tuban, Jawa Timur.

"Yang saya ingat itu adalah kajian antara Tuban dan Situbondo yang di grass root refinery (GRR) Tuban," kata Arcandra, di Jakarta, Kamis (8/11/2018).

Sempat muncul rencana pemindahan lokasi pembangunan‎ kilang Tuban ke Situbondo. Namun di lokasi tersebut berdekatan dengan area latihan militer. Selain itu juga berdekatan dengan Gunung Ijen.

Kondisi ini tentu menjadi pertimbang untuk membangun kilang Tuban di Situbondo.

"Ada rencana pindah ke situbondo. lokasinya itu lagi dikaji karena di Situbondo itu ada tempat latihan militer. kedua minta kajian dari badan geologi kita apakah di sana aman karena dekat dengan Ijen. Ini masih bentuk kajian," tuturnya.

Arcandra melanjutkan, untuk lokasi pembangunan kilang di Tuban sedang ada permasalahan lahan. Saat ini sedang dilakukan kajian untuk metangkan rencana pembangunan kilang di lokasi tersebut.

"Ada masalah lahan, itu juga lagi dikaji," tandasnya. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pertamina Perlu Percepat Pembangunan Kilang Baru di Tuban

RU IV Cilacap, Kilang BBM Terbesar di Indonesia Milik Pertamina
Kapal tanker bersandar di ereal kilang minyak Pertamina Refenery Unit IV Cilacap, Rabu (7/2). PT Pertamina melalui Refinery Unit (RU) IV Cilacap mengolah minyak bumi sebesar 348.000 BSD. (Liputan6.com/JohanTallo)

PT Pertamina (Persero) tengah memutar otak untuk mengurangi beban perusahaan mengingat harga minyak dunia terus melambung dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tertekan.

Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia/EconAct Ronny P Sasmita berpendapat, salah satu surat persetujuan Menteri BUMN Rini M Soemarno mengenai rencana share down dan spin off di beberapa asetnya menandakan Pertamina butuh nafas baru dalam menghadapi tekanan itu.

Namun, menurut Ronny, share down aset tersebut sebenarnya hanya salah satu pilihan Pertamina dalam meringankan beban keuangannya. Di sisi lain, sebenarnya ada upaya lain yang bisa dilakukan Pertamina.

"Ketimbang harus melego beberapa asset strategis yang sudah ada, alangkah lebih baik bagi Pertamina untuk mempercepat realisasi kerjasama strategis yang sudah disepakati," ujar Ronny kepada Liputan6.com, Sabtu (28/7/2018). 

Sebagai contoh, PT Pertamina (Persero) dan perusahaan Migas asal Rusia, Rosneft Oil Company punya kesepakatan untuk membentuk perusahaan patungan yang akan membangun dan mengoperasikan kilang minyak baru yang terintegrasi dengan Kompleks Petrokimia (New Grass Root Refinery and Petrochemial/NGRR) di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. 

Rencananya, pembangunan proyek tersebut menelan dana investasi mencapai USD 15 miliar. Kilang akan memiliki kapasitas 300 ribu barel per hari (bph) yang akan sangat  fungsional bagi Pertamina dan sangat produktif untuk menopang program strategis ketahanan energi nasional.

Pertamina melalui anak usahanya PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) dan Rosneft Oil Company melalui afiliasinya Petrol Complex PTE LTD menandatangani akta pendirian perusahaan patungan bernama PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP). 

Ronny menuturkan, proyek tersebut jelas akan meningkatkan kemandirian dan ketahanan energi nasional dengan meningkatkan produksi bahan bakar minyak nasional yang berkualitas Euro V. 

Di sisi lain, kilang juga akan menghasilkan produk baru petrokimia Apalagi, pembangunan megaproyek NGRR Tuban berpotensi menciptakan lapangan kerja, dengan perkiraan antara 20 ribu hingga 40 ribu tenaga kerja pada waktu proyek berjalan dan sekitar 2 ribu orang setelah beroperasi.

"Mumpung Putin (Presiden Rusia) mau ikutan IMF/World Bank di Bali, sebelumnya ada MoU yang belum bergeliat positif soal investasi Rusia sebesar USD 15 miliar, kenapa tidak disegerakan oleh Pertamina dan pemerintah," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya