Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengaku pesimistis target bauran energi baru terbarukan (EBT) 23 persen pada 2025 dapat tercapai. Kata dia, ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan khusus mengapa target EBT itu sulit terealisasi.
"Pertama mengenai nilai investasinya berapa, apakah ini bisa memberikan dampak serius pada kenaikan tarif listrik, makanya kita hindari. Kedua di transportasi, mesin-mesin yang menggunakan gassolin itu campurannya pakainya etanol. Etanol di Indonesia setengah mati bahannya," tuturnya di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
Menteri Jonan melanjutkan, pada dasarnya bahan baku etanol ialah bahan yang produksinya digunakan manusia. Oleh sebab itu, penggunaan etanol menjadi sulit karena bersaing dengan permintaan tinggi untuk kebutuhan sehari-hari.
"Etanol ini di Indonesia setengah mati bahannya apa? Tebu bersaing dengan konsumsi manusia ya, nanti ketela pohon juga sama, nira juga sama. Kalau skalanya kecil kecil bisa. Coba kalau skalanya nasional? Mana bisa, sampai sekarang lho ya," ucapnya.
Jonan pun berharap, agar industri pertanian khususnya untuk yang memproduksi bahan baku etanol dapat ditingkatkan.
"Makanya saya berharap sangat mendorong industri pertanian yang besar atau perkebunan besar itu misalnya tanam ketela pohon atau apa dalam skala jutaan hektar untuk dikonversi menjadi etanol. Ini supaya jadi campuran energi, kalau tidak nanti impor lagi," ungkap dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Target Investasi Energi Baru Terbarukan Sulit Tercapai
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tak yakin bisa mencapai target investasi pada sektor Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) yang ditetapkan. Di tahun ini, Kementerian ESDM target kan investasi baru EBTKE USD 2 miliar.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, sampai kuartal III 2018 capaian investasi sektor EBTKE baru 40 persen dari target investasi yang ditetapkan.
"Target investasi di 2018 USD 2 miliar, tapi di triwulan III baru mencapai 40 persen," kata Rida, di Kantor Ditjen EBTKE, pada Jumat 26 Oktober 2018.
BACA JUGA
Investasi terbesar disumbang dari pengembangan energi panas bumi. Dia memperkirakan dengan adanya pembangunan Pembangkit Listrik Listrik Panas Bumi (PLTP) sampai akhir tahun, investasi sektor EBTKE akan meningkat namun hanya sekitar 70 persen.
Investasi di sektor EBTKE mengalami perlambatan. Hal ini disebabkan tertundanya eksekusi proyek yang telah direncanakan. Seperti pemboran sumur panas bumi dan penerapan daftar penyedia seleksi untuk mengikuti proyek kelistrikan EBT.
"Beberapa lokasi untuk geothermal Star Energy, di Pertamina seingat saya ada penundaan pengeboran. Komponen investasi yang signifikan untuk geothermal. Ini yang kemudian membuat capaian realisasi investasi panas bumi agak melamban," tandasnya.
Advertisement