Neraca Dagang Oktober 2018 Bakal Defisit USD 15 Juta

Neraca dagang Oktober 2018 diperkirakan defisit USD 15 juta. Hal itu didorong ekspor masih merosot dan harga komoditas tertekan.

oleh Agustina Melani diperbarui 15 Nov 2018, 10:15 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2018, 10:15 WIB
Pertumbuhan Ekspor Kuartal III 2018 Menurun
Kapal mengangkut peti kemas dari JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (6/11). Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekspor kuartal III/2018 mencapai 7,7 persen, berbanding jauh dengan kuartal III/2017 sebesar 17,26 persen. (Merdeka.com/ Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Neraca dagang Oktober 2018 diperkirakan defisit USD 15 juta. Hal itu didorong ekspor masih merosot dan harga komoditas tertekan.

"Neraca dagang defisit kecil USD 15 juta pada Oktober 2018," ujar Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (15/11/2018).

Ia menuturkan, neraca dagang defisit tersebut karena ekspor masih menurun. Apalagi harga komoditas minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan karet turun pada Oktober 2018. Diikuti aktivitas manufaktur yang merosot. Josua menambahkan, harga minyak cenderung merosot juga mendukung neraca perdagangan.

"Impor juga mereda karena siklus akhir tahun. Impor barang modal dan bahan baku agak rendah. Jadi defisit Oktober hanya USD 15 juta,” tambah dia.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia mencatatkan neraca perdagangan surplus USD 227 juta pada September 2018 dibandingkan neraca perdagangan sebelumnya.

Angka itu disumbang oleh ekspor sebesar USD 14,83 miliar dan impor USD 14,60 miliar. Hal itu disampaikan Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Yunita Rusanti.

"Neraca perdagangan September Surplus USD 0,23 miliar atau USD 227 juta. Migas defisit dan nonmigas surplus. Jadi kalau migas September defisit USD 1,070 juta sedangkan nonmigas surplus USD 1.297,4 juta," ujarnya di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin 15 Oktober 2018.

Sementara kondisi Januari hingga September 2018 total defisit 2018 sebesar US 3,78 miliar. Untuk migas, defisit USD 9,375 juta baik minyak mentah maupun hasil minyak defisit sementara gas surplus. Sedangkan, nonmigas surplus USD 5.593,6 juta untuk periode Januari hingga September 2018.

"Yang pernah mengalami defisit pada Januari hingga September itu tahun 2014 sebesar USD 1,67 miliar USD dan 2013 sebesar USD 1,30 miliar," kata Yunita. 

Negara yang mengalami surplus neraca perdagangan tertinggi pada September adalah India dan AS. Total surplus Januari hingga September dari India USD 6.437 juta, untuk September sendiri sebesar USD 895 juta. Sedangkan ke AS Januari hingga September 2018 itu surplus USD 6.341 juta. 

"Memang kalau dibanding 2017 yang ke AS surplus nya mengalami penurunan. Kalau 2017 surplusnya tinggi yaitu USD 7.166 juta. Selanjutnya, yang lain yang surplus itu ke Belanda sebesar USD 2.030 juta. Naik dari 2017 yang sebesar USD 2.313 juta," ujar dia.

 

 

RI Catat Surplus pada September 2018

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia mencatatkan neraca perdagangan surplus USD 227 juta pada September 2018 dibandingkan neraca perdagangan bulan sebelumnya.

Angka ini disumbang oleh ekspor sebesar USD 14,83 miliar dan impor sebesar USD 14,60 miliar. Hal itu disampaikan Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Yunita Rusanti.

"Neraca perdagangan September Surplus USD 0,23 miliar atau USD 227 juta. Migas defisit dan nonmigas surplus. Jadi kalau migas September defisit USD 1,070 juta sedangkan nonmigas surplus USD 1.297,4 juta," ujarnya di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin 15 Oktober 2018.

Sementara kondisi Januari hingga September 2018 total defisit 2018 sebesar US 3,78 miliar. Untuk migas, defisit USD 9,375 juta baik minyak mentah maupun hasil minyak defisit sementara gassurplus. Sedangkan, nonmigas surplus USD 5.593,6 juta untuk periode Januari hingga September 2018.

"Yang pernah mengalami defisit pada Januari hingga September itu tahun 2014 sebesar USD 1,67 miliar USD dan 2013 sebesar USD 1,30 miliar," kata Yunita. 

Negara yang mengalami surplus neraca perdagangan tertinggi pada September adalah India dan AS. Total surplus Januari hingga September dari India USD 6.437 juta, untuk September sendiri sebesar USD 895 juta. Sedangkan ke AS Januari hingga September 2018 itu surplus USD 6.341 juta. 

"Memang kalau dibanding 2017 yang ke AS surplus nya mengalami penurunan. Kalau 2017 surplusnya tinggi yaitu USD 7.166 juta. Selanjutnya, yang lain yang surplus itu ke Belanda sebesar USD 2.030 juta. Naik dari 2017 yang sebesar USD 2.313 juta," ujar dia.

Yunita melanjutkan, defisit perdagangan terbesar terjadi dengan Tiongkok, yang dalam periode Januari hingga September 2018 defisit sebesar 13.964 juta USD. Untuk, Thailand Indonesia juga defisit USD 3,816 juta, Australia defisit USD 2.119 juta. "Kalau ke Australia defisitnya mengecil, tapi Thailand dan Tiongkok membesar," kata dia. 

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya