Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) membeberkan tiga hal penting yang dapat membuat ekonomi Indonesia lebih maju di era industri 4.0. Ketiga hal ini diyakini mampu membuat ekonomi Indonesia semakin berkembang.
"Kita membutuhkan 3 hal yang pokok. Iyalah, pengembangan teknologi, semangat enterpreneurship dan kecepatan serta bersihnya birokrasi. Kalau kita punya tiga hal itu, maka Indonesia InsyaAllah ekonominya akan lebih baik dari pada sebelumnya," ujar dia di Ritz Carlton, Jakarta, Senin (10/12/2018).
JK mengatakan, ketika ekonomi global terus berkembang, pengusaha tidak perlu takut untuk terus bersaing. Asalkan, pengusaha mengikuti perkembangan teknologi yang selalu mengalami perubahan sesuai kebutuhan.
Advertisement
Baca Juga
"Ketika ekonomi berkembang kita tidak perlu takut, selama pengusaha dibarengi dengan teknologi. Tentu harapan kita adalah seperti ini, selalu saja berharap efisiensi," tutur dia.
Jusuf Kallamelanjutkan, pemerintah juga terus berupaya untuk menciptakan birokrasi yang bersih dan mampu bekerja cepat. Dengan dukungan ini, ekonomi Indonesia ke depan akan terus membaik.
"Tentu juga kita harus hati-hati dan yakin bahwa kalau ke depan akan baik. Selama kemampuan untuk enterpreuneurship dan investasi kita lebih baik dibandingkan dengan negara lain," ujar dia.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
6 Tantangan Pengembangan Industri 4.0
Sebelumnya, Pemerintah Jokowi-JK telah meluncurkan peta jalan Making Industry 4.0. Peta jalan tersebut fokus pada percepatan penumbuhan sektor manufaktur dengan cara memperbaiki jalur distribusi.
Meski demikian sampai kini peta jalan tersebut masih berjalan lambat. McKinsey and Company Partner and Leader, Southeast Asia, Operations practice, Vishal Agarwal mengatakan, pihaknya menemukan enam faktor yang menyebabkan pelannya penerapan lndustri 4.0 pada perusahaan-perusahaan yang sedang dalam tahap implementasi.
Keenam faktor tersebut, pertama kesulitan dalam merancang dengan jelas peta jalan untuk bertumbuh pada skala besar. Kedua, data-data yang tersimpan secara terpisah dan tiadanya satu platform yang sesuai untuk melakukan integrasi.
Faktor ketiga, kekurangan orang-orang dengan kemampuan digital untuk menjalankan peta jalan yang telah dirancang.
"Kemudian juga tantangan tantangan dalam menemukan dan memprioritaskan proyek percontohan dengan nilai bisnis yang jelas, kelima kekurangan pengetahuan dan sumber daya untuk mengembangkan proyek dan infrastruktur. Serta keenam kekhawatiran terhadap resiko keamanan cyber," ujar Agarwal di Ritz Carlton, Jakarta, Senin 10 Desember 2018.
Enam tantangan ini menyebabkan perusahaan yang sebelumnya bersemangat menerapkan industri 4.0 kemudian lesu. Selain itu, tantangan lain yang membuat perusahaan enggan menerapkan industri 4.0 adalah hanya sedikit keuntungan yang diperoleh dari penerapannya.
"Alasan terjebaknya perusahaan di tahap percontohan (pilot trap) sama dengan alasan-alasan yang digunakan perusahaan yang menghindari implementasi lndustri 4.0. Alasan-alasan utamanya adalah perusahaan tersebut melihat bahwa keuntungan jangka pendek," ujar dia.
"Sehingga tidak sepadan dengan usaha yang harus dikeluarkan sebuah bisnis untuk melakukan transformasi digital atau kesulitan dalam menggabungkan sistem teknologi informasi (TI), dan kurangnya koordinasi antara unit-unit bisnis seperti Tl, pemasaran dan penjualan," tutur Agarwal.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement