KEIN: Pemerintah Mampu Kendalikan Laju Harga Pangan

Merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata inflasi bahan makanan dari 2009 hingga 2013 yakni mencapai 8,04 persen.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 02 Jan 2019, 18:02 WIB
Diterbitkan 02 Jan 2019, 18:02 WIB
Arif Budiamanta
Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta.

Liputan6.com, Jakarta Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mengklaim Pemerintah di era Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) telah berhasil menurunkan inflasi bahan makanan hingga lebih dari satu pertiga. Perhitungan ini dibuat dengan membandingkan laju inflasi periode 2009-2013 dengan 2014-2018.

Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta mengatakan, capaian pengendalian harga ini penting lantaran harga pangan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemiskinan.

"Data ini menunjukan bahwa pemerintah mampu menekan laju kenaikan harga, terutama sektor pangan. Ini tentunya menjadi cerminan dari komitmen yang kuat oleh pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat," jelas dia saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (2/1/2019).

Merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata inflasi bahan makanan dari 2009 hingga 2013 yakni mencapai 8,04 persen. Sementara pada periode 2014-2018, rata-rata inflasi bahan makanan sebesar 5,17 persen.

"Dari dua periode tersebut, rata-rata inflasi bahan makanan lebih dapat dikendalikan menurun hingga 36 persen," sebut Arif.

Dia pun menjelaskan, sejak 2009 hingga 2018, laju inflasi bahan makanan selalu berada di atas inflasi umum. Adapun ketimpangan tertinggi terjadi pada 2010, di mana perbedaan inflasi umum dengan inflasi bahan makanan mencapai 6,96 persen berbanding 15,64 persen.

Namun, berdasarkan data, laju inflasi bahan makanan pada 2011 justru lebih rendah dibanding inflasi umum, yakni 3,64 persen berbanding 3,79 persen. Adapun penurunan hanya terjadi pada tahun tersebut, dimana setelahnya laju inflasi sampai 2013 kembali meningkat.

Sejak 2014, Arif menuturkan, laju inflasi bahan pangan dan umum cenderung lebih dapat dikendalikan sehingga terjadi penurunan. "Kenaikan harga memang terjadi, tapi tidak lebih besar dari sebelumnya dan relatif lebih stabil," sambungnya.

Hingga pada 2018, ia menambahkan, tentang angka antara inflasi umum dan inflasi bahan makanan semakin umum semakin menipis.

"Inflasi bahan makanan per 2018 adalah 3,41 persen. Secara dekat lebih sempit dan dekat dengan inflasi umum yang 3,13 persen," ujar dia.

Harga Makanan dan BBM Jadi Penyumbang Inflasi Terbesar di 2018

Inflasi
Ilustrasi Inflasi (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi 2018 sebesar 3,13 persen. Inflasi tersebut di bawah target pemerintah dalam APBN 2018 sebesar 3,5 persen plus minus 1 dan di bawah pencapaian pada 2017 sebesar 3,61 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, inflasi 2018 sebagian besar disumbang bahan makanan sebesar 0,68 persen. Namun dari sisi komoditas, kenaikan bensin memberi andil terbesar yaitu 0,26 persen.

"2018 penyebab utamanya bahan makanan 0,68 persen andilnya. Disusul kelompok makanan jadi, minuman, rokok, tembakau, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar," ujarnya di Kantor BPS, Jakarta, Rabu (2/1/2018).

Suhariyanto melanjutkan, berbeda dengan 2018, pada 2017 inflasi sebagian besar disumbang oleh kenaikan tarif transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Kemudian, disusul oleh kenaikan tarif dasar listrik (TDL).

"Pada 2017 inflasi 3,61 persen penyebab utamanya pertama transportasi komunikasi dan jasa keuangan. Kedua adalah perumahan, air listrik gas dan bahan bakar. kita ingat pada waktu itu ada kenaikan TDL," jelasnya.

Dengan adanya catatan penyebab-penyebab inflasi dalam dua tahun terakhir, Suhariyanto berharap pemerintah dapat mengendalikan harga komoditas tersebut. Sehingga, ke depan inflasi sesuai dengan target yang ditetapkan dalam APBN 2019.

"Untuk jadi instropeksi supaya 2019 lebih siap dan belajar dari apa yang terjadi. Apa yang bagus di 2018 dan yang perlu dibenahi kemudian sepanjang 2019," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya