Penelitian: Obesitas Ternyata Bisa Berdampak ke Gaji

Obesitas memberikan dampak finansial ke suatu negara jika tak dicegah.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 05 Mar 2019, 08:40 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2019, 08:40 WIB
Ilustrasi Badan Gemuk atau Obesitas (iStockphoto)
Ilustrasi Badan Gemuk atau Obesitas (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kondisi kegemukan berlebih atau obesitas sudah mulai menjadi diskusi publik. Bukan hanya isu kesehatan, obesitas pun memiliki dampak finansial yang besar terhadap seseorang bahkan negara, seperti yang dialami langsung di Amerika Serikat (AS). 

Dilansir Ars Technica, data itu berasal dari studi Milken Institute berjudul America's Obesity Crisis: The Health and Economic Costs of Excess Weight (Krisis Obesitas Amerika: Harga Kesehatan dan Ekonomi Kelebihan Berat Badan). Studi itu menghitung dampak langsung dan tidak langsung obesitas.

Kerugian terbesar akibat dampak tak langsung. Yang dimaksud dampak tak langsung adalah hilangnya produktivitas ekonomi akibat obesitas, contohnya adalah absensi kerja, kehilangan upah, dan kerugian biaya perawatan keluarga pasien. Total dampak tak langsung itu sebesar USD 1,24 triliun (Rp 17.521 triliun) ke ekonomi AS.

Senada, Universitas Harvard juga menjelaskan efek obesitas ke tempat kerja, contohnya perusahaan perlu merogoh uang lebih bagi asuransi pegawai yang obesitas ketimbang yang tidak. Pegawai yang obesitas juga lebih sering tidak masuk kerja akibat kondisi mereka ketimbang pegawai non-obesitas.

Harvard menyebut kondisi obesitas membuat pegawai menjadi tidak optimal. Ada pula sejumlah studi yang menyebut obesitas terkaitan dengan upah yang lebih rendah. 

Dampak tak langsung itu belum termasuk dampak langsung karena obesitas. Studi Milken Institute menyebut kerugian yang diderita AS karena kerugian langsung mencapai USD 480,7 miliar (Rp 6.792 triliun) per tahun lewat pengeluaran terkait perawatan kesehatan pasien obesitas.

Estimasi tersebut dapat bervariasi tergantung metode yang digunakan. Namun, bila menengok studi lain, kerugian perawatan kesehatan akibat obesitas berkisar antara USD 150 (Rp 2.119 triliun) hingga Rp 300 miliar (Rp 4.239 triliun).

Harvard menyebut cara mengatasi obesitas adalah lewat langkah pencegahan yang dilakukan berbagai pihak mulai dari pemerintah, sektor kesehatan, perusahaan makanan, pengiklan, dan individual untuk mempromosikan berat badan sehat.

 

Cegah Obesitas, Haruskah Minuman Manis Dikenai Cukai seperti Rokok?

Gula Pasir
Ilustrasi Foto Gula Pasir (iStockphoto)

Masalah kelebihan berat badan termasuk obesitas kini menjadi momok. Dari hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 saja, tingkat obesitas pada orang dewasa di Indonesia meningkat menjadi 21,8 persen.

Bila rokok sudah dikenai cukai dengan tujuan agar orang yang merokok berkurang, mungkinkah diberlakukan kebijakan serupa untuk makanan dan minuman tinggi gula? Bagaimana pula Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menanggapi hal ini?  

Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Anung Sugihantono, Kemenkes sendiri sudah pernah mengeluarkan Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang pencantuman kadar gula, garam, dan lemak dalam minuman manis atau makanan olahan maupun makanan cepat saji. 

"Itu yang sesungguhnya sudah pernah dilakukan Kementerian Kesehatan," kata Anung dalam diskusi 4 Tahun Penguatan Kesehatan Masyarakat di Gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta pada Kamis, 10 Januari 2018.

Akan tetapi, intervensi terhadap industri memang bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab atau kewenangan dari Kementerian Kesehatan secara keseluruhan.

"Ini hal-hal yang terus harus kita komunikasikan dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan tentunya Keminfo yang juga bertanggung jawab tentang edukasi kepada masyarakat," katanya.

Menurut Anung, sejauh ini kepatuhan terhadap hal-hal semacam ini memang belum tinggi, sebagaimana yang diharapkan dalam Permenkes tersebut. 

"Ini kan harus melibatkan industri itu sendiri, tenaga kerja, dan pangsa pasar. Apakah ini berlakunya umum atau bagaimana? Dan yang sudah patuh, serta yang tidak patuh akan diapakan," katanya menekankan.

Senada dengan Anung, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Farid Moeloek, mengatakan, Kemenkes tidak bisa berdiri sendiri dalam menyelesaikan permasalahan intervensi industri terkait obesitas.

"Saya mendorong sekali untuk Germas (Gerakan Masyarakat Sehat) ini. Saya melihat, kenapa tidak memulai dari diri sendiri," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya