Kementerian ESDM Masih Studi Pemanfaatan Energi Arus Laut

Indonesia memiliki potensi Energ‎i Baru Terbarukan‎ (EBT) yang beragam sumbernya, di antaranya adalah arus laut.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 26 Mar 2019, 10:30 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2019, 10:30 WIB
Larantuka
Arus laut Larantuka (Foto:Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki  potensi Energ‎i Baru Terbarukan‎ (EBT) yang beragam sumbernya, di antaranya adalah  arus laut. Saat ini dilakukan studi kelayakan untuk memanfaatkan energi tersebut.

Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi EBTKE, Harris mengatakan,  potensi EBT Indonensia sebesar‎ 445 Giga Watt (GW) yang berasal dari berbagai sumber energi termasuk energi laut. Namun, saat ini energi arus laut belum dimanfaatkan secara komersial.

"Energi laut kita beum punya implementasi komersial," kata Harris, di Jakarta, Selasa (26/3/2019).

Haris menuturkan, saat ini ada pihak swasta yaitu Tidal Brige yang melakukan studi kelayakan (Feasibility Study/FS), untuk memanfaatkan energi arus laut di Selat Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Di Selat Larantuka baru FS. Kita harap swasta yang mengembangkan," tutur dia. 

Haris melanjutkan, dalam studi kelayakan tersebut pihak swasta membangun turbin pembangkit dengan metode menggantung, menyerupai jembatan sepanjang 800 meter. Turbin tersebut akan dibuat fleksibel, sehingga bisa menyesuaikan dengan pasang surutnya air laut.

"Mereka mau membangun pembangkit arus laut tapi turbin digantung, seperti jembatan menghubungkan pulau, kalau dikembangkan butuh bangun jembatan sekitar 800 meter," kata dia.

‎Hasil studi kelayakan yang dilakukan sejak 2018 ini, akan direkomendasikan ke PT PLN (Persero). Namun, belum tentu dipakai, sebab untuk setiap pengadaan pembangkit harus melalui proses lelang.

"Sudah ada FS itu untuk mengetahui bagaimana arusnya, berapa potensi dan berapa teknologinya. ‎Semua melakukan itu FS disampaikan PLN secara b to b dilakukan proses lelang. Butuh pembangkit arus laut, jadi dia belum tentu menang enggak boleh nunjuk langsung," kata dia.

 

Tingkatkan Pemerataan Listrik, Jatah Lampu Tenaga Surya untuk NTT Ditambah

Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE)
Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) terpasang di rumah penduduk di Dusun Katikupelang, Desa Petawang, Kecamatan Umalulu, Kab. Sumba Timur, NTT, Rabu (21/11). Tahun 2018, sebanyak 2.024 unit akan dipasang di Pulau Sumba (Liputan6.com/HO/Hadi M Djuraid)

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menambah alokasi Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) di Nusa Tenggara Timur (NTT). Penambahan lampu tenaga surya ini untuk mengejar pemerataan kelistrikan (rasio elektrifikasi) 99 persen.

Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Harris mengatakan, berdasarkan arahan Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi 99 persen maka alokasi pemasangan LTSHE pada tahun ini akan ditambah.

"Sesuai arahan pak menteri untuk alokasi NTT beliau melihat perlu ditambah, karena mengejar rasio elektrifikasi. Jadi diharapkan bisa meningkatkan laju elektrifikasi yang masih rendah,"‎ kata Harris, di Jakarta, Senin 25 Maret 2019.

Awalnya Kementerian ESDM mengalokasikan pemasangan LTSHE, untuk wilayah NTT pada tahun ini sebanyak 13 ribu unit. Kemudian atas arahan tersebut bertambah menjadi 26 ribu unit lampu tenaga surya.

"Dari 13 ribu ditambah 20-26 ribu yang penting dapat meningkatkan rasio elektrifikasi 99 persen," tuturnya.

Harris melanjutkan, untuk mengejar rasio elektrifikasi 99 persen di NTT tidak hanya mengandalkan LTSHE, tetapi PT PLN (Persero) juga akan mengembangankan jaringan listriknya.

‎"Tapi bukan lampu tenaga suryasatu-satunya, ada grid dari PLN. Ada alokasi biaya yang sudah disipkan sebelumnya," tandasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya