BI Catat Impor Infrastruktur Capai USD 6 Miliar pada 2018

BI menyebutkan salah satu penyebab terjadinya defisit transaksi berjalan adalah impor infrastruktur.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Mar 2019, 13:58 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2019, 13:58 WIB
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara. (Yayu Agustini Rahayu Achmud/Merdeka.com)
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara. (Yayu Agustini Rahayu Achmud/Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta - Defisit transaksi berjalan atau Current Account Defisit (CAD) masih menjadi persoalan yang belum terpecahkan.

Salah satu penyebab CAD adalah lebih tingginya angka impor dibanding ekspor sehingga neraca perdagangan menjadi tidak seimbang.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara mengungkapkan salah satu penyebab terjadinya CAD adalah tingginya impor untuk proyek infrastruktur.

Seperti diketahui selama beberapa tahun terakhir ini pemerintah tengah giat menggenjot pembangunan infrastruktur di berbagai daerah di tanah air.  Sementara itu, total defisit CAD di tahun lalu mencapai USD 31 miliar.

"Kami menghitung kira-kira impor terkait infrastruktur di 2018 sekitar USD 6 miliar," kata Mirza dalam acara Peluncuran Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2018, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (27/3/2019).

Dia mengungkapkan, membengkaknya defisit transaksi berjalan pada 2018 juga disebabkan oleh harga komoditas yang turut naik. Sementara infrastruktur tetap harus dibangun untuk kemajuan Indonesia di masa mendatang.

 

 

PR Besar Tekan Impor dengan Perbaiki Kinerja Migas

Ilustrasi Bank Indonesia (2)
Ilustrasi Bank Indonesia

Oleh karena itu, dia menegaskan BI mengajak semua pihak terkait untuk memperbaiki CAD dengan cara mendongkrak ekspor agar neraca perdagangan menjadi stabil bahkan surplus.

"Maka dari itu kita selalu bicara dan mengajak teman-teman pemerintah dan pemda bagaimana kita meningkatkan ekspor," ujar dia.

Dia mengungkapkan, tahun lalu ekspor tercatat USD 180,7 miliar sementara impor USD 181,2 miliar. Data tersebut sudah termasuk migas dan nonmigas.

PR paling besar,lanjutnya, adalah memperbaiki kinerja migas dengan cara menekan impornya yang selalu menjadi biang kerok defisit neraca perdagangan.

"Bagaimana bisa mengurangi penggunaan energi fosil. Sebagai negara yang tumbuh terus pasti perlu energi, tapi bagaimana energinya yang enggak perlu diimpor. Energi fosil jadi energi dari angin, matahari, air, itu harus dilakukan. Perlu reformasi struktural bagaimana kebijakan energi," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya