Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyiapkan payung hukum untuk manajemen talenta nasional bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS, yakni dengan akan mengadopsi sistem yang telah diterapkan di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB, Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, manajemen talenta ini adalah salah satu langkah untuk mencapai Smart ASN 2024. "Smart ASN yang akan kita tuju, dimulai dari rekrutmen," ungkapnya, Selasa (16/4/2019).
Setiawan mengutarakan, smart ASN harus memiliki integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, menguasai IT dan bahasa asing, jiwa melayani, networking, serta entrepreneurship.
Advertisement
"Soal ujian rekrutmen CPNS yang dikerjakan juga mengandung unsur seperti itu," tutur dia.
Baca Juga
Asisten Deputi Bidang Standarisasi Jabatan dan Pengembangan Karier Kementerian PANRB, Aba Subagja mengapresiasi sistem manajemen talenta di perbankan yang sudah cukup baik. Bahkan, di perusahaan perbankan ada unit khusus yang menangani manajemen talenta.
"Perbankan ada unit yang menangani tentang talenta. Di pemerintah belum ada secara khusus unitnya. Ini penting untuk kita adopsi," ujar Aba.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Hadapi Revolusi Industri 4.0
Dia menilai, mengadopsi manajemen talenta dari korporasi juga penting dalam menghadapi revolusi industri 4.0.
Pada dasarnya, industri 4.0 berdampak pada tiga aspek yakni Internet of Things (IoT), Artificial Intelegence (AI) dan manajemen big data.
Secara langsung, ia menuturka, juga berdampak pada kebutuhan masyarakat yang menginginkan pelayanan yang efisien, efektif, cepat, dan aman.
Keadaan ini lantas mendorong lahirnya birokrasi 4.0, yakni percepatan pelayanan, efisiensi pelayanan, akurasi pelayanan, dan fleksibilitas kerja.
Aba menyatakan, Kementerian PANRB akan membuat regulasi yang mengatur tentang manajemen talenta nasional sebagai payung hukum. "Kementerian PANRB yang memiliki kewenangan merumuskan dan mengoordinasikan, kita ingin membuat payung hukum," sebutnya.
Regulasi itu disebutkannya memungkinkan untuk menggali potensi yang dibutuhkan dalam pengembangan organisasi di instansi pemerintah. "Potensi organisasi itu bisa berkembang ketika SDM-nya memiliki kapasitas," ujar dia.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah melihat hasil rekrutmen CPNS yang baru. Aba menekankan, CPNS baru yang berasal dari generasi Z dan milenial ini tak bisa dibina dengan cara lama yang feodal.
Para abdi negara milenial ini dianggapnya membutuhkan dialog kinerja. "Tak lagi dengan budaya kita yang feodal, tetapi dengan dialog kinerja dan memberikan mereka ruang untuk berekspresi," pungkasnya.
Advertisement
Pelanggaran Jam Kerja Kembali Dominasi Kasus Disiplin PNS
Sebelumnya, pelanggaran jam kerja masih mendominasi kasus-kasus disiplin yang melibatkan para pegawai negeri sipil (PNS). Ketentuan jam kerja ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pasal 3 Angka 11.
Mengutip laman Sekretariat Kabinet, Jumat, 12 April 2019, pelanggaran ini tercatat dilakukan PNS baik di tingkat instansi pusat dan daerah.
Pelanggaran tidak masuk kerja yang melampaui aturan jam kerja instansi, menjadi pembahasan rapat antara Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) bersama Sekretariat Kabinet, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi, pada Kamis (11/4/2019).
Rapat pembahasan yang dipimpin Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana selaku Sekretaris Bapek mengupas 23 kasus disiplin PNS yang kebanyakan terlibat pelanggaran disiplin berupa tidak masuk kerja.
Tim Bapek juga membahas rekomendasi sanksi yang akan dijatuhkan pada PNS yang terlibat pelanggaran disiplin dan melakukan banding administratif ke Bapek.
Selain kasus pelanggaran disiplin berupa ketentuan masuk kerja, ada beberapa kasus disiplin lainnya. Ini seperti penyalahgunaan wewenang sampai perbuatan asusila.
Beragam sanksi yang disarankan mulai dari hukuman disiplin ringan, sedang, dan berat.
Dari aspek regulasi yang diatur dalam PP 53/2010 Pasal 7, hukuman disiplin ringan yang dimaksud berupa teguran lisan atau tulisan, untuk hukuman disiplin sedang bisa dilakukan dengan penurunan pangkat, dan sanksi hukuman disiplin berat berupa pemberhentian.