Faisal Basri: Pak Jokowi Harus Bisa Bakar Lemak yang Selubungi Ekonomi RI

Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan ada syarat agar kolaborasi antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta akan berjalan lancar.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Apr 2019, 18:31 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2019, 18:31 WIB
Faisal Basri
Faisal Basri (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan ada syarat agar kolaborasi antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta akan berjalan lancar. Menurut dia, kolaborasi akan berjalan baik selama tidak ada pihak-pihak tertentu, terutama dari kalangan pemerintah yang mencoba menunggangi untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.

"Kolaborasi ini akan lancar kalau tidak disusupi oleh vested interest (kepentingan pribadi). Tidak ada yang nitip. Yang nitip ini lah yang harus dibakar. Harus dilenyapkan. Jangan ada yang menunggangi kepentingan negara padahal untuk kepentingan dirinya. Untuk kepentingan kelompoknya," kata dia, dalam diskusi, di Jakarta, Sabtu (27/4/2019).

Dia pun mengharapkan agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi sungguh menaruh perhatian terhadap hal tersebut. Sebab tindakan tersebut akan berdampak negatif untuk gerak perekonomian Indonesia.

"Kita harapkan di era Pak Jokowi ini dilibaslah kelompok-kelompok kepentingan yang menyelubungi lemak perekonomian Indonesia di era pak Jokowi ini yang membuat gerak ekonomi lamban," urai Faisal.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi bisa didorong lebih cepat dengan berbagai pembenahan. Salah satu perbaikan yang harus dilakukan adalah membersihkan praktik-praktik berorientasi kepentingan kelompok tertentu.

"(Pertumbuhan ekonomi) Naik sih 0,1, 0,2 (persen) tapi nol koma gitu. Seharusnya kita bisa tumbuh cepat kalau tubuh kita ramping. Pak Jokowi harus punya unit khusus untuk bakar lemak," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jokowi Ingin Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,6 Persen pada 2020

Jokowi Resmikan Halal Park di Senayan
Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberi sambutan saat meresmikan Halal Park di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Selasa (16/4). Jokowi mengungkapkan, Halal Park nantinya akan memiliki luas 21 ribu meter persegi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar sidang kabinet paripurna di Istana Bogor pada Selasa (23/4/2019). Agenda utamanya adalah pembahasan anggaran dan fokus kerja pada 2020.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani usai rapat mengatakan ada beberapa target yang akan ditetapkan untuk 2020, terutama dalam hal makro ekonomi. Salah satu soal target pertumbuhan ekonomi.

Dalam rapat tersebut, Sri Mulyani mengatakan, target pertumbuhan ekonomi yang akan disasar adalah kisaran 5,3-5,6 persen. 

"Untuk awal ini kita berasumsi pertumbuhan ekonomi akan berkisar 5,3-5,6 persen, namun Presiden berharap kita bisa pacu sampai 5,6 persen," kata Sri Mulyani di Istana Bogor, Selasa pekan ini.

Selain itu, asumsi dasar soal inflasi, akan ditetapkan di kisaran 2-4 persen dan suku bunga kisaran 5-5,3 persen.

Sementara untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Sri Mulyani menyampaikan pada 2020 akan berada di kisaran 14.000.


Harga Minyak hingga Target Pertumbuhan Investasi

BI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,4 Persen di 2019
Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Bank Indonesia (BI) optimistis ekonomi Indonesia akan lebih baik di tahun 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Mengenai harga minyak dunia, dalam rapat tersebut asumsi awal untuk 2020 yaitu USD 60-70 per barelnya.

"Kalau dari sisi pertumbuhan komposisi agregrat demand tentu masih akan tetap konsumsi ada di sekitar 5,2 persen," tambah Sri Mulyani.

Kemudian dalam hal investasi, pada 2020 diharapkan tumbuh mendekati pertumbuhan ekonomi (5,6 persen).

Meski begitu, Jokowi berharap bisa mendekati 7,5 persen. Untuk pertumbuhan ekspor diperkirakan tetap memiliki momentum tumbuh di sekitar 7 persen dengan impor tetap terjaga di 6 persen.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya