Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Pulau Jawa. Persetujuan tersebut diberikan dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin kemarin.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, wacana penggeseran pusat pemerintahan ini sulit terealisasi lantaran biaya yang sangat tinggi. Dia berpendapat, pemerintah sebaiknya lebih mengembangkan pusat bisnis baru di luar Jawa dibanding memindahkan ibu kota negara.
"Masalahnya yang utama menurut saya mengenai biaya dan kesinambungan pembangunan. Bagusnya buat kota-kota bisnis di luar Jawa untuk pemerataan pembangunan, tidak usah ibu kota. Karena kalau ibu kota banyak yang harus dipindahkan," terang dia kepada Liputan6.com, Selasa (30/4/2019).
Advertisement
Menurutnya, ide pemindahan rumah pemerintahan ke luar Jawa juga harus digarisbawahi. Sebab selain memakan ongkos, bisa jadi ibu kota baru tersebut terpisah secara pembagian waktu dengan Jakarta yang saat ini jadi kota bisnis utama.
Baca Juga
"Bedanya di Indonesia negara kepulauan. Beda dengan Amerika (Serikat), yang posisi Washington dan New York tidak jauh juga. Paling jauh mungkin Beijing dan Shanghai (di China), tapi itupun masih satu daratan," paparnya.
Kendati begitu, problem tersebut dinilainya masih bisa diakali dengan perkembangan teknologi dan informasi saat ini. "Itu enggak masalah, hanya penyesuaian saja. Teknologi yang serba maju sekarang menurut saya tidak masalah. Komunikasi juga tidak masalah," sambungnya.
Jika pemerintah serius ingin membentuk satu ibu kota baru di luar Jawa, ia menyatakan, itu butuh perencanaan matang terkait aspek infrastruktur yang menaunginya. Oleh karenanya, ia beranggapan pengembangan kota bisnis baru lebih memungkinkan untuk coba diterapkan.
"Dengan perencanaan kota yang baik harusnya bisa direncanakan lebih matang mengenai transportasi dan lokasi perumahan ASN/PNS. Ibu kota nantinya juga harus dekat dengan bandara dan pelabuhan," urainya.
"Bangun ibukota mungkin juga bisa lebih dari 5 tahun. Kalau kota bisnis dalam perjalannya semakin baik, maka mungkin saja nanti bisa bertransformasi sebagai ibukota," dia menandaskan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ibu Kota Pindah, Jakarta Tetap Jadi Pusat Bisnis
Provinsi DKI Jakarta akan tetap berperan sebagai kota pusat bisnis di tengah rencana pemindahan ibu kota pemerintahan ke kawasan di luar Pulau Jawa.
"Hal-hal yang menyangkut perdagangan, investasi, dan perbankan masih tetap di Jakarta," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dikutip dari Antara, Senin (27/4/2019).
Menurut Anies, pembangunan di DKI Jakarta yang telah direncanakan akan tetap berjalan. Rencana pemindahan ibu kota pemerintahan, lanjutnya, tidak akan mempengaruhi kebijakan pembangunan DKI Jakarta.
BACA JUGA
"Karena PR-PR nya, masalah daya dukung lingkungan hidup, ketersediaan air bersih, soal pengelolaan udara, pengelolaan limbah, transportasi masih menjadi PR yang harus diselesaikan," jelas Anies.
Hal senada dikemukakan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono. Ia mengatakan proyek pembangunan di DKI Jakarta akan terus berlanjut.
"Tadi kita sampaikan juga, kita sedang ingin membangun Jakarta Rp 571 triliun. Ya itu tetap, karena Jakarta tidak akan ditinggal sepi, akan tetap jadi pusat perdagangan," ujar Basuki.
Advertisement
Pindah Ibu Kota, Menteri PPN Usul Bentuk Badan Otoritas Baru
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengusulkan pendirian badan otoritas yang bertanggung jawab mengelola pembangunan dan pemindahan ibu kota Indonesia.
"Bertanggung jawab langsung kepada Bapak Presiden di mana nanti badan ini mengelola dana investasi pembangunan ibu kota baru, serta melakukan kerja sama baik dengan BUMN maupun swasta, dan mengelola aset investasi dan menyewakan aset tersebut kepada instansi pemerintah atau pihak ketiga," kata Bambang dikutip dari Antara, Senin (29/4/2019).
Menurut Bambang, institusi tersebut nantinya juga mempersiapkan dan membangun infrastruktur, pola tata ruang, serta fasilitas di wilayah tersebut. Tugas lainnya yakni badan otoritas akan mengelola dan memelihara gedung dan fasilitas publiknya.
BACA JUGA
Badan tersebut diperlukan dalam proses pembangunan ibu kota baru karena proyek tersebut berukuran besar dan bersifat multi-tahun.
"Sehingga usulan kami memang semacam badan otorita. Tapi bentuk akhirnya apa, itu terserah kepada keputusan politiknya juga, keputusan terbaik dari sisi administrasi. Tapi, memang diperlukan suatu unit yang full time, permanen dan solid," jelas Kepala Bappenas saat jumpa pers.
Dalam rapat terbatas, Bambang menjelaskan sejumlah kriteria wilayah yang dapat menjadi ibu kota baru seperti ketersediaan sumber daya air, minim resiko bencana seperti gempa bumi, tsunami, banjir, kebakaran hutan dan lahan serta gunung berapi.
Selain itu, wilayah itu juga telah memiliki infrastruktur awal kota kelas menengah seperti bandara, jaringan komunikasi, akses jalan, jaringan listrik dan berlokasi tidak jauh dari pantai.
Dalam hal aspek sosial, kriteria masyarakat setempat juga harus terbuka kepada pendatang untuk meminimalisasi konflik sosial.