Liputan6.com, Jakarta - Tarif dagang masih menjadi berita utama di Amerika Serikat (AS) setelah melihat data defisit perdagangan yang mencapai rekor tertinggi. Hal ini memperkuat narasi Presiden AS Donald Trump untuk menerapkan tarif dagang demi kondisi perdagangan yang lebih menguntungkan bagi AS.
Mengutip Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Senin (10/3/2025), pekan lalu, tarif dagang 25 persen terhadap Kanada dan Meksiko mulai berlaku dan tambahan bea masuk lebih besar atas ekspor China hingga 20 persen. China segera menanggapi dengan tarif balasan yang akan berlaku mulai 10 Maret 2025.
Advertisement
Baca Juga
Data terbaru prediksi tarif sebesar USD 36 miliar terhadap AS. Namun, skalanya masih hanya sebagian dari tarif yang dikenakan AS terhadap China yang senilai USD 463 milar. Demikian pula, Kanada menanggapi dengan tarif balasan dengan tarif 25 persen pada barang dan nilai USD 21 miliar, dan kemungkinan tarif tambahan pada barang senilai USD 86 miliar jika tarif dagang oleh Donald Trump tetap berlaku setelah 21 hari.
Advertisement
"Terlepas dari perkembangan terakhir, kita telah melihat Donald Trump mengubah pendiriannya dengan cepat dan situasinya tetap sangat dinamis,” demikian seperti dikutip dari Ashmore.
Masing-masing pihak dapat terus mengenakan tarif balasan dan situasinya dapat memburuk lebih jauh, atau kompromi dapat dilakukan sebagai bagian dari kesepakatan yang dinegosiasikan..
Di sisi lain, China terus melihat perkembangan ruang artiticial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Terbaru Alibaba mengumumkan model AS mereka dengan kemampuangs etara dengan DeepSeek meski hanya membutuhkan sebagian kecil data.
"Berita ini membawa lebih banyak optimisme pada kemampuan China untuk untuk membuat dan meningkatkan model AI yang ada karena investor terus memantau dan membawa aliran dana ke China,” demikian seperti dikutip.
Keyakinan Investor Masih Rendah
Sementara itu, di pasar saham domestik, keyakinan investor masih relatif rendah, dan ketidakpastian ini tercermin dalam valuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
"Melihat price to earnings secara historis, kita melihat valuasi saat ini sangat murah karena masih di bawah 1 standar deviasi dari data rata-rata 20 tahun,” demikian seperti dikutip.
Adapun, sering kali saaat valuasi mencapai titik terendah atau price earning ratio 12,9 kali, IHSG cenderung hasilkan kinerja kuat dalam satu tahun berikutnya.
Rata-rata IHSG hasilkan total tingkat pengembalian sebesar 32,5 persen pada Januari 2012, Februari 2015, Maret 2020 dan Mei 2023 setelah valuasi mencapai titik terendah.
Selain itu, meski laba diprediksi lebih lemah pada kondisi saat ini, sejarah membutukan valuasi dapat bertindak sebagai katalis bagi saham untuk catat kinerja.
“Kondisi saat ini tetap bergejolak, di mana investor tetap berhati-hati, tetapi kami percaya karena katalis seperti pemotongan suku bunga bersama dengan penurunan imbal hasil (obligasi-red) terus berlanjut investor global akan melihat lebih banyak keuntungan dalam jangka panjang,”
Ashmore tetap positif untuk obligasi bertenor jangka panjang di tengah imbal hasil obligasi terus turun dengan penerbitan obligasi tetap ketat.
Advertisement
Kinerja IHSG Sepekan
Sebelumnya, gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak pada perdagangan 3-7 Maret 2025. Penguatan IHSG didorong nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan aksi jual oleh investor asing yang mereda.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), Sabtu (8/3/2025), IHSG melonjak 5,83 persen ke posisi 6.636 selama sepekan. Pada pekan lalu, IHSG anjlok 7,8 persen ke posisi 6.270,59.
Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, penguatan IHSG didorong sejumlah faktor. Pertama, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang juga menguat. Kedua, penguatan IHSG juga sejalan dengan pergerakan bursa saham global dan mayoritas bursa Asia.
“Ketiga, mulai meredanya outflow asing yang diperkirakan ada perkiraan valuasi/harga saham yang sudah terbilang murah,” tutur Herditya saat dihubungi Liputan6.com.
Selain IHSG, kapitalisasi pasar juga bertambah 5,24 persen menjadi Rp 11.450 triliun dari Rp 10.880 triliun pada pekan lalu. Sementara itu, rata-rata nilai transaksi harian bursa susut 4,03 persen sehingga menjadi Rp 13,14 triliun dari Rp 13,69 triliun pada pekan lalu.
Seluruh sektor saham menguat pekan ini. Sektor saham teknologi melambung 16,48 persen, dan memimpin penguatan. Kemudian sektor saham basic materials naik 5,83 persen dan sektor saham industri bertambah 5,61 persen.
Sektor Saham
Lalu sektor saham energi naik 1,9 persen, sektor saham consumer nonsiklikal melesat 3,73 persen dan sektor saham consumer siklikal menguat 0,37 persen.
Kemudian sektor saham perawatan kesehatan mendaki 1,46 persen, sektor saham keuangan melesat 4,81 persen, dan sektor saham properti melejit 4,61 persen. Sektor saham infrastruktur menanjak 2,81 persen dan sektor saham transportasi dan logistiks bertambah 0,36 persen.
Sementara itu, rata-rata frekuensi transaksi harian bursa terpangkas 6,14 persen menjadi 1,10 juta kali transaksi dari 1,18 juta kali transaksi pada pekan lalu. Rata-rata volume transaksi harian bursa juga merosot 11,07 persen menjadi 19,88 miliar saham dari 22,36 miliar pada pekan lalu.
Pekan ini, investor asing masih membukukan aksi jual saham. Tercatat nilai aksi jual mencapai Rp 450,33 miliar. Namun, penjualan saham oleh investor asing ini lebih rendah dari pekan lalu yang mencapai Rp 10,21 triliun.
Advertisement
