Pemindahan Ibu Kota Tak Akan Bebani APBN

Anggaran pemindahan ibu kota bersifat multi years

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Mei 2019, 13:37 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2019, 13:37 WIB
Pertumbuhan Gedung Tinggi Di Jakarta
Sejumlah gedung tinggi yang berfungsi sebagai perkantoran dan hunian memenuhi sebagian kawasan ibu kota di kawasan Jakarta, Kamis (2/5/2019). The Skyscraper Center mencatat pertumbuhan gedung tinggi di ibu kota terus meningkat dengan jumlah saat ini mencapai 382 gedung. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Presiden, Ahmad Erani Yustika, mengatakan anggaran pemindahan ibu kota tidak akan membebankan APBN. Hal tersebut, kata dia, merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Diketahui terdapat dua skema pemindahan yang diusulkan Bappenas, yaitu skema rightsizing dan tidak. Dengan skema rightsizing, biaya yang diperlukan sekitar Rp 323 triliun dan untuk skema non-rightsizing sekitar Rp 466 triliun.

"Sekitar Rp 400 trilliun itu sangat sedikit diambil dari APBN. Karena skema-skema, misalnya keterlibatan Badan Usaha Milik Negara, swasta, dan beberapa skema pasti akan dilakukan," kata dia, saat ditemui, di Jakarta, Sabtu (4/5/2019).

"Arahan Pak Presiden akan sangat sedikit diambil dari APBN. Dan itu bukan anggaran setahun. Itu multi years," lanjut dia.

Dia mengatakan, jika 20 persen porsi anggaran pemindahan ibu kota diambil dari APBN, jumlahnya pun tidak akan menggerus APBN secara signifikan.

"APBN kita sekitar Rp 2.400 triliun mendekati Rp 2.500, ke depan akan terus berkembang. Kalau misalnya partisipasi APBN, asumsi saja 20 persen dari Rp 400-500 triliun, Rp 100 triliun," ujarnya.

Apalagi, kata dia, anggaran pemindahan ibu kota bersifat multi years. Jadi bukan diambil seluruhnya dari APBN untuk dari tahun.

"Kalau dibagi dalam beberapa tahun cuma berapa diambil dari APBN, cuma sedikit sekali. Kalau dimungkinkan 0 persen dari APBN, Pak Presiden mengarahkan juga, kalau dimungkinkan bisa juga," tandasnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


BI Tunggu Konsep Pemindahan Ibu Kota

BI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,4 Persen di 2019
Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Bank Indonesia (BI) optimistis ekonomi Indonesia akan lebih baik di tahun 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan masih akan mempelajari soal rencana pemindahan ibu kota. Sehingga belum bisa memprediksi dampak dari rencana ini terhadap kondisi ekonomi Indonesia.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bi Onny Widjanarko mengatakan, BI masih menunggu secara pasti konsep pemindahan ibu kota akan seperti apa. BI juga terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga (K/L) terkait.

"Kita masih mempelajari konsepnya seperti apa. Ini belum kami kaji," ujar dia di Kantor BI, Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.

Menurut dia, setelah nanti adanya konsep yang jelas, baru BI akan memberikan pandangan terkait hal ini.

"BI masih ingin melihat dulu seperti apa konsepnya ibu kota baru. Nanti setelah koordinasi tentu ada kajian dan pandangan dari BI," tandas dia.

 

 


JK: Pemindahan Ibu Kota Syaratnya Berat

20170419-Wapres JK Nyoblos Pilkada Jakarta di TPS 03-Herman
Wapres Jusuf Kalla (JK) mendatangi TPS 03 Kelurahan Pulo, Jakarta Selatan, Rabu (19/4). Ditemani istri, Mufidah Kalla dan sang cucu, JK memberikan suaranya pada Pilkada DKI putaran kedua di TPS bernuansa Betawi tersebut. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Wakil Presiden Jusuf Kallla (JK) mengaku, masih mengkaji rencana pemindahan Ibu Kota di luar Jawa. Menurut JK, ada sejumlah syarat yang wajib dipenuhi agar rencana pemindahan Ibu Kota bisa terealisasi.

"Belum diputuskan dimananya, karena ada syaratnya lagi, ada 10 syaratnya. Sudah disepakati syaratnya, yang diajukan Bappenas itu. Syaratnya berat memang, memilihnya tidak mudah," kata JK, di Istana Wakil Presiden Jakarta, Selasa (30/4/2019).

Seperti dilandasir dari Antara, JK mengatakan, syarat-syarat tersebut antara lain letaknya lokasi yang strategis berada di tengah Indonesia, penduduknya harus mempunyai tingkat toleransi baik, dan memiliki risiko kecil terhadap bencana alam.

Selain itu, daerah tersebut juga harus memiliki luas lahan kosong minimal 60.000 hektare.

"Boleh di Kalimantan, boleh di Sulawesi. Contohnya yang memenuhi di tengah itu Sulawesi, tapi tidak ada lahan kosong yang siap. Ada lagi yang siap, ada bahaya patahan-patahan di situ," ungkap JK.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya