Liputan6.com, New York - Harga minyak naik lebih dari dua persen dan mencapai level tertinggi dalam satu bulan. Hal tersebut didukung data pemerintah Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan penarikan lebih besar dari yang diperkirakan dalam stok minyak mentah.
Hal ini karena ekspor mencapai rekor tertinggi dan penurunan stok produk olahan. Harga minyak Brent berjangka naik USD 1,44 atau 2,2 persen ke posisi USD 66,49 per barel. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat USD 1,55 atau 2,7 persen menjadi USD 59,38 per barel.
Persediaan minyak mentah turun 12,8 juta barel pada pekan lalu. The Energy Information Administration (EIA) mengatakan, angka itu jauh melampaui harapan analis untuk penurunan 2,5 juta barel.
Advertisement
Baca Juga
Impor minyak mentah AS turun sebesar 1,2 juta barel per hari pada pekan lalu. Ekspor minyak mentah keseluruhan naik menjadi 3,8 juta barel per hari, yang mengalahkan rekor sebelumnya 3,6 juta barel per hari pada Februari.
"Banyak penarikan ini karena permintaan yang kuat. Kami akhirnya melihat dampak dari pengurangan produksi OPEC dan mulai melihat pengurangan di Venezuela," ujar Analis Price Futures Group, Phil Flynn, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (27/6/2019).
Data EIA menunjukkan, stok bensin turun 996 ribu barel, sementara stok sulingan susut 2,4 juta barel.
Penarikan produksi terjadi bersamaan dengan berita kalau kilang minyak terbesar dan tertua di Pantai Timur AS akan ditutup setelah kebakaran besar pada pekan lalu yang menyebabkan kerusakan besar.
Philadelphia Energy Solutions (PES) berencana menutup komplek kilang dengan produksi 335 ribu barel per hari pada bulan depan.
Harga bensin AS pun naik empat persen setelah naik ke posisi tertinggi sejak 23 Mei. "Karena data EIA mungkin tidak mengambil dampak penuh penurunan PES, pengurangan tajam tambahan dalam pasokan bensin PADDD 1 mungkin muncul pada data EIA pekan depan," tulis Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates dalam sebuah catatan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Ketidakpastian Persediaan Minyak Mentah
Melemahnya persediaan minyak mentah dan pemadaman kilang menambah ketidakpastian atas persediaan minyak mentah.
Hal ini juga didorong dari perang pernyataan dari pemerintahan AS dan iran yang memicu kekhawatiran pengiriman minyak melalui Selat Hormuz, rute pasokan minyak tersibuk di dunia dapat terganggu.
Terkait perang dagang apakah sedang terjadi, Presiden AS Donald Trump menyatakan kalau pihaknya tidak ingin melakukannya. Akan tetapi, pihaknya menyatakan dalam posisi kuat jika sesuatu terjadi. "Teheran telah mengecam putaran baru sanksi AS sebagai keterbelakangan mental," kata dia.
Ketegangan bilateral melonjak lagi usai Iran menembak jatuh drone AS pada pekan lalu. Hubungan tegang sejak pemerintahan AS menyalahkan serangan terhadap tanker minyak di luar teluk Iran. Sementara pemerintahan Iran telah membantah peran apapun.
Dalam jangka panjang, pasar akan menyaksikan pertemuan G20 pada akhir pekan ini diikuti oleh pertemuan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen non-OPEC pada 1-2 Juli.
OPEC akan membahas perpanjang pemotongan produksi pada semester II 2019. Berdasarkan sumber, produksi rata-rata minyak Rusia adalah 11,15 juta barel per hari pada 1-25 Juni, naik dari rata-rata 11,04 juta barel per hari selama 1-10 Juni.
Advertisement
Perdagangan Kemarin
Sebelumnya, harga minyak naik tipis pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta) menjelang diumumkannya data persedian minyak di AS yang diperkirakan akan menurun.
Sentimen mengenai persediaan yang menurun ini melebihi kekhawatira investor mengenai ketegangan perang dagang yang dapat membebani permintaan.
Mengutip CNBC, Rabu 26 Juni 2019, harga minyak berjangka Brent yang merupakan patokan harga dunia naik 32 sen menjadi USD 65,18 per barel. Sedangkan harga minyak berjangka AS naik 18 sen menjadi USD 58,09 per barel.
Kegelisahan di pasar minyak mengenai ketegangan perselisihan AS dengan Iran mereda setelah Presiden Trump membatalkan serangan udara ke Iran.
Serangan itu awalnya dimaksudkan untuk membalas tindakan Teheran yang menembak jatuh pesawat tak berawak atau drone militer AS di hari yang sama.
Mengirim sinyal bullish, jajak pendapat Reuters pada Senin menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS kemungkinan turun untuk minggu kedua berturut-turut.
Tetapi kekhawatiran atas ketegangan perdagangan AS dan China masih menekan harga minyak, kata para analis.
"Anda akan melihat minyak mengalami kesulitan dalam menentukan arah selama beberapa hari ke depan," kata Josh Graves, analis senior di RJO Futures di Chicago.
"Ada tarik-menarik antara faktor bullish dan bearish." tambah dia.
Membebani harga, harapan kemajuan pembicaraan dalam perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat selama pertemuan G20 minggu ini ditangkis oleh pernyataan pejabat senior AS yang mengatakan Presiden Donald Trump "nyaman dengan hasil apa pun".
"Pertemuan AS-China di sisi G20 dapat menandakan pemulihan hubungan lebih lanjut di perdagangan, tetapi pasar membutuhkan sesuatu yang bisa membuat mereka yakin," kata Gene McGillian, analis di Tradition Energy di Stamford, Connecticut.
"Kami telah bolak-balik pada sengketa perdagangan AS-China selama lebih dari satu tahun hingga sekarang," tambah McGillian.