Liputan6.com, Jakarta Pengembangan destinasi superprioritas (Danau Toba, Borobudur, Labuan Bajo, Mandalika dan Manado) telah disepakati sebagai langkah strategis untuk menggenjot kinerja sektor pariwisata nasional. Untuk itu, pemerintah pun telah menyiapkan alokasi anggaran Rp6,4 triliun untuk mengakselerasi lima destinasi tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional sekaligus Ketua Pokja Industri Pariwisata Nasional KEIN, Dony Oskaria mengatakan bahwa semua pihak perlu mengapresiasi dan mendukung rencana strategis tersebut, terutama stake holder pariwisata yang terkait langsung dengan destinasi superprioritas.
Dony menyarankan, pemerintah harus menindaklanjutinya dengan perencanaan yang matang dan komprehensif, termasuk masalah sustainability-nya.
Advertisement
Baca Juga
"Hal ini penting mengingat akselerasi pengembangan destinasi superprioritas akan berimbas pada peningkatan aktifitas ekonomi di kawasan destinasi dan akan membuka peluang overexplitation di kawasan destinasi," kata Donny dalam keterangannya, Kamis (1/8/2019).
Untuk itu, kata Dony, pemerintah dan stake holder lainya jangan sampai lupa untuk menyiapkan rencana strategis untuk memproteksi destinasi-destinasi superprioritas tersebut. Tujuannya adalah untuk memastikan sisi sustainability aktifitas ekonomi pariwisata di kawasan destinasi, setelah diakselerasi.
Langkah untuk memproteksi destinasi, menurut Dony, paralel dengan langkah-langkah strategis pengembangan destinasi.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tahapan Pengembangan
Awalnya, dikatakan Dony, pemerintah dan otoritas yang ditunjuk harus merumuskan grand design atau masterplan kawasan destinasi, lalu menentukan zonasi.
"Misalnya, experience apa yang ingin kita hadirkan untuk pengunjung, kalau kita ingin memberikan pengalaman pemandangan yang indah, maka harus dibuat aturan mengenai ketinggian bangunan, sehingga area yang potensial untuk dikembangkan bisa tetap luas," ucap Dony.
"Kalau objek destinasinya adalah pantai, maka perlu ketentuan zonasi pengembangan yang hanya dapat dilakukan minimal 100 meter dari bibir pantai. Kemudian bibir pantai harus terbebas dari halangan pandangan," tambahnya.
Demikian juga dengan flow entrance dan exit, menurutnya, harus didesain sedemikian rupa. Fungsinya untuk menentukan area aktivitas ekonomi masyarakat.
Sebagaimana diketahui, pada umumnya aktivitas ekonomi dilakukan didekat jalur keluar karena biasanya akan memunculkan impulsive buying. Selanjutnya, desain zonasi harus mampu mendefenisikan secara jelas mana zona untuk amenities dan zona untuk activities.
Pada umumnya,lanjut Dony, ketentuan desain zonasi ini masih belum terlalu ketat diterapkan di beberapa destinasi utama nasonal. "Kebanyakan destinasi kita belum dirancang secara profesional demi kemudahan dan pengalaman pengunjung," tegas dia.
Aturan main semacam ini, menurut Dony, tidak saja terkait dengan pengembangan destinasi, tapi juga erat relasinya dengan strategi keberlanjutan destinasi (sustainable tourism development). Ini karena dirancang tidak hanya berdasarkan pertimbangan ekonomi, tapi juga pertimbangan kelestarian kawasan destinasi, baik secara ekonomi, lingkungan, maupun budaya.
Advertisement