Liputan6.com, Jakarta - Ketua Pansus RUU Pertembakauan, Firman Soebagyo mengingatkan pemerintah akan dampak buruk dari rencana simplifikasi cukai rokok (penyederhanaan layer cukai) dan penggabungan batasan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM).
Menurut dia, simplifikasi cukai akan menciptakan persaingan tidak sehat yang mengarah oligopoli bahkan monopoli.
Advertisement
Baca Juga
Firman mengungkapkan, industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia sangat beragam dari aspek modal, jenis, hingga cakupan pasar. Karena itu, dia meminta aspek perlindungan terhadap industri rokok skala kecil dan menengah agar diperhatikan.
"Jangan sampai menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat melalui praktek oligopoli bahkan monopoli," katanya di Jakarta, Senin (12/08) malam.
Menurut Firman, pemerintah juga mesti memperhatikan keberlangsungan lapangan pekerjaan bagi para tenaga kerja dan pelaku yang terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap industri rokok.
"Pastinya pemerintah harus ada itikad baik (good will) melestarikan ciri khas hasil tembakau Indonesia yakni kretek," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dorong Praktik Oligopoli
Sementara itu, Anggota Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kodrat Wibowo meminta pemerintah tetap konsisten dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 156 Tahun 2018 yang telah mengakomodir perusahaan kecil dan menengah untuk bersaing secara fair dan terbuka.
Kodrat bilang, jika penyederhanaan layer dan penggabungan (produksi) diberlakukan, maka pilihan bagi pelaku usaha adalah melakukan penggabungan (merger) atau akuisisi perusahan kecil oleh perusahaan besar untuk dapat bertahan. Pilihannya menggabungkan diri atau mengubah pola produksi.
"Implikasinya, pelaku usaha berkurang. Ini dapat mengarah ke oligopolisasi. Oligopolisasi merupakan tingkat penguasaan pasar yang semakin terkonsentrasi pada segelintir pemain," tegasnya.
Kodrat menegaskan, jika oligopolisasi terbentuk oleh aturan, dikhawatirkan akan lebih mudah terjadinya persekongkolan dalam penentuan harga maupun jumlah produk oleh segelintir pelaku industri.
“Jika ada peraturan yang memengaruhi persaingan usaha dan berpengaruh pada berkurangnya jumlah pelaku usaha, ini warning bagi kami,” ujar Kodrat.
Kodrat menilai, persaingan usaha di IHT saat ini bersifat kompetitif. Karena itu, Kodrat meminta Kementerian Keuangan untuk berhati-hati membuat PMK baru terkait kebijakan cukai serta mempertimbangkan dengan matang agar tidak bersinggungan atau melanggar UU Larangan Oraktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Jangan sampai (PMK baru) mencederai banyak hal, termasuk kepentingan KPPU yang memastikan persaingan ini berjalan dengan baik,” pungkasnya.
Advertisement
Penyederhanaan Tarif Cukai Berpotensi Matikan Industri Rokok Skala Kecil
Kebijakan penyederhanaan atau simplifikasi tarif cukai bagi industri tembakau dinilai akan merugikan industri rokok skala kecil dan menengah. Kebijakan ini bahkan berpotensi membuat industri kecil gulung tikar.
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Wilayah Surabaya Sulami Bahar mengatakan, kebijakan simplifikasi akan berdampak negatif terhadap perkembangan industri tembakau skala kecil dan menengah serta industri rokok secara nasional.
Menurut dia, ada sejumlah dampak negatif jika kebijakan simplifikasi tersebut diterapkan. Salah satunya akan mendorong peredaran rokok ilegal semakin marak dan sulit dikendalikan.
"Kemudian, hasil dari para petani kurang terserap secara maksimal nantinya, selama ini kan industri yang serap. Pada dasarnya kami kurang setuju jika kebijakan tersebut diterapkan saat ini," ujar dia di Jakarta, Jumat (17/5/2019).
Selain itu jika simplifikasi diterapkan, lanjut dia, maka akan ada pengurangan sejumlah industri rokok skala kecil yang ada saat ini.
"Saat ini kan ada 10 layer, ini sangat ideal diberlakukan di Indonesia, mengingat beragamnya jenis industri rokok, ada yang skala kecil, menengah dan besar," kata dia.