Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) mendesak pemerintah untuk kembali melanjutkan sisa kuota impor garam industri yang belum terealisasi sampai saat ini.
Di mana, kouta impor diberikan pemerintah sepanjang 2019 yakni mencapai 2,7 juta ton, namun hanya 1.543 juta ton yang terealiasi. Sementara 1,1 juta ton sisamya belum direalisasikan.
Sekretaris Umum Asosiasi Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), Cucu Sutara, menyampaikan keterlambatan masuknya kouta impor garam industri berdampak pada pelaku industri garam di Indonesia. Sebab, kebutuhan garam ini sangat mendesak untuk keberlangsungan sebagai bahan baku industri.
Advertisement
Baca Juga
"Kita ingin sesuai hasil rapat lalu itu yang 2,7 juta ton direalisasikan. Karena ini kebutuhan sangat mendesak. Ada perusahaan-perusahaan pemasok anggota makanan dan minuman yang sekarang sudah merumahkan karyawannya, stop produksi, karena sudah habis bahan baku," kata dia saat ditemui di Kementerian Perekonomian, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
"Ada yang sudah laporan, PT Cheetam sudah merumahkan 180 orang karyawan karena sudah habis bahan baku. Mereka adalah para supplier aneka pangan yang besar-besar seperti Indofood, Unilever, termasuk Ajinomoto, wingsfood, termasuk juga industri yang lain," sambung dia
Melihat kondisi tersebut, pihaknya mendorong pemerintah agar segera merealisasikan sisa impor garam sebesar 1,1 juta ton. Apabila hal ini diabaikan, maka industri aneka pangan dapat berhenti berproduksi.
"Harus sekarang, segera. Tadi harusnya ada GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia) dari Ajinomoto, dia sudah ketar-ketir, dia sudah tidak ada bahan baku. Mereka itu Ajinomoto, Unilever, Indofood, Wingsfood. Kalau sekarang tidak ada supply bahan baku ya otomatis, dia akan berhenti produksi," tegas Cucu.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Stok Garam Menipis
Cucu menambahkan, saat ini jumlah stok garam industri sendiri tersisa mencapai sebanyak 77.000 ton. Dia memperkiralan di September mendatang akan habis. "Paling juga sampai September habis. Malahan sudah ada perusahaan yang sudah habis," sebutnya.
Adapun kebutuhan garam untuk industri di Indonesia per tahunnya sekitar 2,7 juta ton. Untuk industri aneka pangan sendiri kebutuhannya sekitar 567.000 ton per tahun.
"Nah kalau per bulan tinggal bagi saja 2,7 juta ton dibagi 12 bulan. Nah penggunaan garam industri aneka pangan ini setiap bulan sangat stabil. Malahan bisa kekurangan kalau ada situasi signifikan seperti lebaran, tahun baru, itu pasti ada peningkatan di produk dalam negeri khususnya aneka pangan," pungkas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Olahan Garam di Jatim Setara dengan Garam Impor
Direktur Utama PT Garsindo Anugerah Sejahtera, Yohannes Sugiarto menyebutkan, harga garam di wilayah Jawa Timur relatif bagus dibandingkan dengan daerah lain. Perusahaannya mampu menyerap garam petani dan membeli dengan harga yang sesuai.
"Harga relatif bagus di Jawa Timur dibandingkan daerah lain, ada yang Rp 550 bahkan Rp 800," kata Yohannes kepada wartawan di Surabaya, Kamis pekan lalu, dilansir Antara.
Ia mengatakan, PT Garsindo Anugerah Sejahtera yang bergerak di sektor penyerapan garam mampu menyerap garam petani hingga 5.000 ton per bulan untuk kebutuhan tiga pabrik yang berada di Gresik dan Sumenep, dengan serapan garam petani hingga 20 truk atau setara 200 ton setiap hari.
"Dengan jumlah rata-rata tersebut, ada sekitar 5.000 ton/hari garam petani yang terserap. Penyerapan ini berdampak terhadap harga garam petani yang relatif tinggi dibandingkan daerah lain, misalnya Cirebon atau Jawa Tengah. Di daerah tersebut harga garam bisa Rp 300, sedangkan di Madura sebesar Rp 550 hingga Rp 800," kata dia.
Yohannes mengatakan, pihaknya tidak terlalu berambisi untuk mendapatkan impor garam, karena mesin olahan garam di perusahaanya sudah mampu menjadikan garam lokal setara dengan garam impor lantaran perusahaannya ikut secara langsung melakukan edukasi kepada petani.
Dalam setiap pertemuan dengan petani, Yohannes juga mengaku selalu menekankan supaya petani menciptakan garam K1 atau kualitas terbaik agar mampu bersaing dengan garam impor.
"Saya selalu bilang ciptakan garam K1 supaya bisa bersaing dengan garam impor, dan sekarang garamnya sudah bagus," katanya.