Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di sebagian Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru pengganti Jakarta.
Keputusan Jokowi ini langsung mengundang banyak respon dari berbagai kalangan, salah satunya para pengamat ekonomi. Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia (EconAct) Ronny P Sasmita memaparkan ada beberapa hal yang harus diwaspadai pemerintah jika pemindahan ibu kota mulai dilaksanakan.
Advertisement
Baca Juga
Pertama, secara ekonomi, Ronny berbpendapat, Indonesia sedang menghadapi ancaman stagnasi ekonomi domestik dan ancaman perlambatan ekonomi dunia.
"Saya meyakini, kebijakan memindahkankan ibukota tidak akan banyak membantu memperbaiki pertumbuhan ekonomi kita, baik secara kuantitas maupun secara kualitas," ungkap Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (27/8/2019).
Kedua, Ronny melanjutkan, peningkatan belanja proyek infrastruktur di lokasi ibu kota baru akan meningkatkan kuatitas belanja modal yang diimpor. Selama ini, proyek-proyek infrastruktur dinilai telah membuktikan itu. Dengan demikian, pemindahan ibu kota akan ikut memperlebar defisit transaksi berjalan kita.
Ketiga, menurut Ronny, peningkatan proyek infrastruktur ibu kota baru dengan mayoritas anggaran non budgeter akan memperlebar peluang pembiayaan dari pihak ketiga, dalam bentuk utang, yang akan membebani anggaran nasional di masa depan.
"Beban anggaran di masa depan akan mengurangi daya gedor fiskal nasional untuk melakukan kebijakan countercylical di masa depan, untuk menggenjot laju ekonomi nasional. Artinya, kemampuan pemerintah dalam menangkal ancaman perlambatan ekonomi di masa depan akan semakin berkurang," ungkap pria yang juga sebagai Tim Ahli Ekonomi Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) itu.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Waspada Selanjutnya
Keempat, imbasnya, pembangunan ibu kota baru berbasiskan pembiayaan pihak ketiga, secara politik dan moral, akan membebani kemandirian pusat pemerintahan nasional alias memperbesar pengaruh kreditor atau pihak ketiga di ibukota baru. Kebijakan-kebijakan ke depannya, dinilai akan berbasis kepada kepentingan penyelamatan pembiayaan pembayaran utang negara, ketimbang kepentingan rakyat banyak.
Sementara untuk kewaspadaan kelima, secara lingkungan. Secara lingkungan, diperkirankan akan terjadi proses deforestasi besar-besaran di Kalimantan nantinya, yang akan mengurangi kawasan hijau nasional.
Pasal 7 ayat (2) PP No.13/2017 tentang RTRW Nasional menyebutkan strategi untuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup untuk Pulau Kalimantan dengan luas paling sedikit 40 persen dari luas pulau tersebut harus sesuai dengan kondisi, karakter, dan fungsi ekosistemnya.Â
Dan keenam, alasan pemerataan bukanlah alasan yang tepat untuk pemindahan ibukota. Baginya, pemerataan adalah soal keberpihakan kebijakan, bukan soal pemindahan ibukota.
"Dimana pun letak ibu kota, pemerataan bisa dilakukan dengan berbagai kebijakan yang pro terhadap pemerataan. Sebaliknya, sekalipun ibu kota dipindakan kemanapun, jika kebijakan-kebijakannya tidak pro pemerataan, maka hasilnya tetap akan nihil," tegas Ronny.
"Jadi saya kira, boleh jadi pemindahan ibukota adalah kebutuhan, tapi bukan kebutuhan mendesak saat ini. Jangan sampai kebijkan pemindahan ibukota justru menjadi pengalih perhatian publik atas berbagai beban dan ancama ekonomi yang sedang kita hadapi," pungkas Ronny.
Advertisement
Ini Alasan Jokowi Pilih Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara sebagai Ibu Kota Baru RI
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan lokasi Ibu Kota baru berada di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di sebagian Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Jokowi mengatakan, ada alasan mengapa Ibu Kota dipindah ke kedua wilayah tersebut.
Pertama, risiko bencana minimal. Baik banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi, dan longsor," kata Jokowi dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Senin (26/8/2019).
Kedua, lokasinya strategis berada di tengah-tengah Indonesia. Ketiga, dekat dengan wilayah kota yang berkembang, yaitu Balikpapan dan Samarinda.
"Empat, infrastruktur lengkap dan lima, telah tersedia lahan pemerintah 158 ribu hektare," kata Jokowi.