Di Tengah Kenaikan Harga, Tambahan UMP Diyakini Jadi Pendorong Daya Beli

Pengusaha masih optimistis daya beli terjaga karena UMP naik.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 04 Nov 2019, 08:30 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2019, 08:30 WIB
Ilustrasi Belanja Online
Ilustrasi Belanja Online (Foto: Pixabay.com)

Liputan6.com, Jakarta - Tidak semua pengusaha bersikap pesimistis terhadap naiknya beberapa harga seperti iuran BPJS kesehatan, cukai rokok, listrik, dan tarif tol. Masih ada pengusaha yang percaya daya beli akan terjaga berkat naiknya upah di tahun 2020.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno, menyebut daya beli tidak akan terpengaruh karena kenaikan harga. Faktor yang menurutnya berpengaruh adalah lapangan pekerjaan.

"(Kenaikan harga) enggak ada kaitannya dengan daya beli. Yang ada kaitan daya beli adalah tersedianya lapangan kerja baru atau PHK," jelas Benny kepada Liputan6.com, Minggu (3/11/2019).

"Malah tahun depan UMP (Upah Minimum Provinsi) bertambah sesuai PP 78, akan meningkatkan daya beli," ia menambahkan seraya menegaskan rasa positifnya bahwa daya beli tahun 2020 tetap terjaga.

Sekadar informasi, UMP tahun 2020 baru saja ditetapkan oleh berbagai provinsi di Indonesia. UMP DKI Jakarta sendiri sudah menembus Rp 4 juta, yakni dari Rp 3,9 juta naikan menjadi Rp 4,26 juta. 

Untuk beberapa harga yang akan naik pada tahun depan adalah BPJS Kesehatan yang naik 100 persen, kemudian tarif tol yang akan disesuaikan, dan juga tarif cukai rokok. Kabar positifnya, pemerintah sedang mengevaluasi harga gas yang dinilai terlalu mahal.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Jokowi Perintahkan Menteri ESDM Evaluasi Harga Gas

Jokowi Pimpin Sidang Kabinet
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan ketika memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Topik Sidang Kabinet Paripurna tersebut yakni Evaluasi Pelaksanaan RPJMN 2014-2019 dan Persiapan Implementasi APBN 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif untuk mengevaluasi harga gas khususnya bagi industri dalam negeri.

Jokowi mengakui, saat ini harga gas cukup mahal jika dibandingkan negara-negara tetangga. Evaluasi ini dilakukan mulai dari hulu hingga hilir.

"Saya sudah menyampaikan kepada Menteri ESDM kemarin betul-betul harga gas itu dilihat lagi beban-beban mana yang menyebabkan harga itu menjadi sebuah angka yang kalau dilihat oleh industri di negara-negara lain harga kita ini terlalu mahal," kata Jokowi kepada wartawan, Kamis, 1 November 2019. (1/11/2019). 

Indikasi awal, Jokowi memperkirakan mahalnya harga gas ini karena mahalnya harga penyambungan pipa dari Dumai hingga ke Pulau Jawa.

Dia mengaku, dari laporan Kementerian ESDM, harga gas di hulu masih dalam taraf normal. Namun jika dilihat di hilir, harag tersebut terlalu mahal.

Tidak hanya itu, demi menurunkan harga gas, Jokowi juga meminta kepada Kementerian ESDM untuk mengutamakan kebutuhan gas dalam negeri sebelum diekspor ke negara tetangga.

"Saya sudah perintahkan kepada Menteri ESDM yang baru agar ini mulai dilihat agar bisa digunakan untuk kepentingan industri-industri dalam negeri agar lebih efisien. Jangan sampai itu dibawa ke luar sehingga harga gas di dalam malah lebih mahal dari yang di luar. Sudah saya pesan kemarin, kemarin pagi," tegas Jokowi.

Pengusaha Disarankan Minta Subsidi Harga Gas ke Pemerintah

Gas Bumi
Ilustrasi Foto Gas Bumi (iStockphoto)

Kamar Dagang Industri Indonesia (Kadin) disarankan meminta subsidi kepemerintah untuk mendapat harga gas murah.

Direktur Executive Energi Watch Mamit Setiawan mengatakan, jika Kadin bisa meminta pembatalan kenaikan harga gas ke pemerintah, maka seharusnya bisa juga meminta subsidi untuk membuat harga gas lebih murah.

"Sekalian saja Kadin meminta kepada Presiden Joko Widodo subsidi untuk harga gas industri jika memang mau harganya murah," kata Mamit, di Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2019.

Menurut Mamit, pemberian subsidi untuk gas industri sudah diterapkan di Malaysia. Hal ini membuat harga gas industri di negara tetangga tersebut pun termasuk yang terendah

"Sama seperti yang diberikan oleh pemerintah Malaysia yang mensubdisi harga gas industri mereka," ujarnya.

Mamit melanjutkan, harga jual gas ke konsumen industri saat ini USD 7 – USD 10 MMBTU. Berdasarkan data dari Woodmack 2018 masih lebih murah dibandingkan harga gas untuk industri di Singapura sebesar USD 12.5 – USD 14.5 MMBTU.

”Saat ini bahkan harga gas industri lebih murah jika dibandingkan harga gas untuk golongan Rumah Tangga 1 (R1) sebesar Rp 4.250 per m3 dan Rumah Tangga R 2 (R2) sebesar Rp 6.000 m3 jauh dibandingkan harga gas industri golongan B1 sebesar Rp 3.300 per m3,” tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya