Liputan6.com, Jakarta - PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA menyatakan belum mendapatkan perintah dari Menteri BUMN Erick Thohir untuk ikut dalam penaganan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Direktur Utama PPA Iman Rachman mengatakan untuk melaksanakan tugas restrukturiasi BUMN, PPA harus berdasarkan Surat Keputusan dan Peraturan Menteri BUMN. Hingga saat ini pihaknya tidak menerima kedua dasar hukum tersebut.
"Untuk saat ini kita tidak diminta untuk hal itu. Mungkin mereka masih punya cara lain untuk penyelematannya," kata Iman dalam diskusi dengan media di Bandung, Jumat (15/11/2019).
Advertisement
Baca Juga
Saat ini, Krakatau Steel tengah melakukan rstrukturisasi internal mengingat kinerja keuangan perusahaan terus merugi. Bahkan Direktur Utama Krakata Steel Silmy Karim menyatakan, utang BUMN yang berbisnis baja tersebut mencapai Rp 35 triliun.
Sementara itu, soal Jiwasraya, hingga saat ini masih menunggak pembayaran klaim para pemegang preminya mencapai Rp 802 miliar. Hal ini mengakibatkan menganggu kondisi keuangan perusahaan.
"Karena kalau dia masuk pasien PPA artinya mesti ada PMN yang dialokasikan. Kan tidak mungkin kita biayai kalau PMN tidak ada. Kita wait and see," tegas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Restrukturiasi Utang Krakatau Steel Jadi yang Terbesar Sepanjang Sejarah BUMN
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk saat ini tengah melakukan efisiensi demi memangkas kerugian yang sudah dideritanya lebih dari lima tahun. Berbagai upaya dilakukan mulai dari perampingan organisasi hingga restrukturisasi utang perusahaan.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengungkapkan ada beberapa hal yang ia minta kepada Menteri BUMN Rini Soemarno ketika awal memimpin KS. Salah satu yang utama adalah rencana restrukturisasi utang perusahaan.
Diceritakannya, ketika menangani KS, dirinya sempat dibuat kaget dengan kompleksnya masalah yang dialami perusahaan. Satu hal yang dirinya tidak habis fikir adalah utang perusahaan saat itu mencapai lebih dari Rp 35 triliun.
"Saat itu saya minta ke Bu Menteri (BUMN) restrukturiasi utang arena utang kita besar sekali, sekitar USD 2,6 miliar itu selutar Rp 35-40 triliun. Itu utangnya saja, bisa bayangkan bunganya berapa," kata Silmy kepada Liputan6.com, Minggu (21/7/2019).
Untuk meringankan beban peruashaan tersebut, Silmy mengaku melakukan efisiensi besar-besaran di perusahaan. Hanya saja ditegaskannya, efisiensi terseut dilakukan tanpa ada proses PHK. Sebagai pimpinan perusahaan, dia mengaku akan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan para karyawannya.
"Utang ini teralau besar. Mungkin ini adalah restrukturisasi utang terbesar yang pernah ada di Indonesia," tegas orang nomor satu di Krakatau Steel tersebut.
Advertisement
Tak Cukup Restrukturisasi Utang Saja
Tak hanya restrukturiasi utang, langkah-langkah yang dilakukan demi KS kembali sehat adalah penjualan aset-aset non core, perampingan organisasi, mencari mitra bisnis strategis, spin-off, serta pelepasan unit kerja yang semula bersifat cost center yang hanya melayani induk perusahaan (KS), menjadi bagian dari pengembangan bisnis anak perusahaan sehingga bersifat profit center. Program ini disebut juga cost to profit center.
Silmy mengatakan, dalam hal menjalankan perampingan organisasi melibatkan anak-anak usaha KS Group. Program ini akan membuat unit-unit kerja di internal Krakatau Steel akan lebih optimal sehingga mampu menjalankan bisnis secara efisien dan lebih produktif.
Sementara anak perusahaan yang mendapat tambahan karyawan dari KS akan dapat mengembangkan bisnisnya untuk mendapatkan pasar dan pendapatan baru dari luar KS Group.
"Saya mengajak seluruh anak usaha KS untuk bersama-sama menyelamatkan bisnis baja KS karena untuk menyelesaikan permasalahan tersebut perlu mengedepankan semangat gotong-royong dankebersamaan semua pihak," ujar Silmy.