Liputan6.com, Jakarta - Bank DKI melaporkan adanya kasus pembobolan ATM oleh 12 anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta. Kerugian yang diderita Bank DKI disinyalir mencapai Rp 50 miliar.
Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot mengatakan, OJK telah mengetahui insiden tersebut sejak beberapa bulan lalu. Dia menyampaikan, Bank DKI pun sudah merespons dengan memperbaiki proses transaksi lewat ATM bank lain.
"Kejadian tersebut sudah dilaporkan ke OJK beberapa bulan lalu. Kami sudah melakukan tindakan pengawasan secara intensif, dan pihak bank pun telah melakukan perbaikan dalam proses transaksi melalui ATM di bank lain," jelas dia kepada Liputan6.com, Senin (25/11/2019).
Advertisement
Baca Juga
Sekar memastikan, Bank DKI juga telah menjamin keamanan dana perbankan dengan adanya upaya tersebut.
"Pihak bank telah melakukan perbaikan dalam proses transaksi melalui ATM bank lain dan pihak Bank menjamin keamanan dananya," sambung dia.
Lebih lanjut, ia juga turut memberi beberapa saran kepada Bank DKI beserta bank-bank lainnya agar kasus seperti ini tidak terulang kembali di kemudian hari.
"Untuk memperkuat sistem pengendalian internal dan penerapan manajemen risiko operasional bank, khususnya berkaitan dengan sistem IT," imbuh Sekar.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengamat: Pembobolan ATM oleh Satpol PP Libatkan Orang Dalam
Kasus pembobolan Bank DKI yang melibatkan 41 anggota Satpol PP menghebohkan publik beberapa waktu lalu. Banyak yang bertanya tentang modus yang digunakan pelaku untuk bisa menarik uang di ATM tanpa mengurangi saldo rekeningnya sedikit pun.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menyatakan, dalam kasus pembobolan bank pada umumnya, pasti ada orang dalam yang membantu pelaku memberi celah untuk membobol.
"Sistem ATM itu sudah prudent dan berlapis, ya, pengamanannya. Jadi, logikanya pasti ada orang dalam yang memberi celah, apalagi sampai miliaran rupiah (bobolnya)," tutur Piter kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (25/11/2019).Â
BACA JUGA
Piter mencontohkan Citibank yang dulu dibobol oleh karyawannya sendiri. Oleh karena itu, nasabah tidak perlu melakukan apa pun karena segala risiko sudah menjadi tanggungan bank.
"Ini risiko dari perbankan seharusnya. Sistem pengawasan mereka harus lebih diperkuat. Nasabah tidak perlu melakukan apa pun, ini tanggung jawab bank," imbuhnya.
Di sisi lain, pengamat perbankan Paul Sutaryono menyatakan Bank DKI harus segera memperbaiki sistem IT-nya yang lemah. Karena jika tidak segera diperbaiki, maka risikonya akan semakin tinggi.
"Sangat jelas bahwa hal itu merupakan tantangan serius bagi bank tersebut untuk meningkatkan manajemen risiko operasional di dalamnya, termasuk risiko teknologi. Kalau tak segera diperbaiki, potensi risiko ke depan akan lebih tinggi.
Lanjut Paul, sejalan dengan hal itu, Standard Operational Procedure (SOP) Bank DKI juga harus direvitalisasi terus menerus seiring dengan perkembangan IT yang cepat. Hal ini agar Bank DKI tidak ketinggalan meng-update sistem mereka, sehingga keamanan akan lebih kuat.
Advertisement