Indonesia, Negara Kepulauan Pertama di Dunia yang Pisahkan Alur Laut

Jadi anggota Dewan IMO, Indonesia terus tingkatkan keselamatan pelayaran.

oleh Arthur Gideon diperbarui 28 Nov 2019, 20:48 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2019, 20:48 WIB
Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai anggota Dewan International Maritime Organization (IMO) atau Organisasi Maritime Internasional, Indonesia berperan aktif dalam mengawal terpenuhinya aspek keselamatan dan keamanan pelayaran baik untuk pelayaran internasional.

Berbagai langkah peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran khususnya pelayaran internasional sudah dilakukan diantaranya adalah torehan sejarah bagi Indonesia yang menjadi negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS). Bagan ini sesuai dengan hasil keputusan Sidang IMO Maritime Safety Committee (MSC) ke 101 pada Juni 2019.

Sebelumnya Indonesia bersama Malaysia dan Singapura telah memiliki TSS di Selat Malaka dan Selat Singapura. Namun TSS di Selat Malaka dan Selat Singapura tersebut berbeda pengaturannya mengingat dimiliki oleh tiga negara, sedangkan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok hanya Indonesia yang memiliki wewenang untuk pengaturannya.

Hal ini yang menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki TSS melalui pengesahan oleh IMO dan berada di dalam ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) I dan ALKI II.

Indonesia bersama Fiji, Papua Nugini, Bahama, dan Filipina merupakan lima negara berdaulat yang tertuang dalam UNCLOS 1982 sebagai negara yang memenuhi syarat sebagai negara kepulauan.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, R. Agus H. Purnomo, menjelaskan mengapa bagan pemisahan alur laut di Selat Sunda dan Selat Lombok menjadi begitu penting bagi Indonesia.

"Penetapan TSS di selat Sunda dan Selat Lombok oleh IMO memang sangat penting dan diperlukan untuk menjamin keselamatan pelayaran di selat yang menjadi Alur Laut Kepulauan Indonesia dengan lalu lintasnya yang sangat padat tersebut," ujar Agus dikutip dari keterangan tertulis, (28/11/2019).

Selat Penting

Menurutnya, dari data yang ada disebutkan bahwa sebanyak 53.068 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran melewati Selat Sunda setiap tahunnya serta sebanyak 36.773 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran melewati Selat Lombok setiap tahunnya.

Selat Sunda adalah salah satu selat yang paling penting di Indonesia yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI I dari selatan ke utara dengan jalur lintas yang memiliki kepadatan tinggi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera yang sebagian besar dilalui oleh kapal penumpang.

ALKI merupakan alur laut di wilayah perairan Indonesia yang bebas dilayari oleh kapal - kapal internasional (freedom to passage) sebagaimana yang tertuang dalam UNCLOS 1982.

Sehingga dengan dipercayainya Indonesia oleh IMO untuk mengatur TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok yang juga merupakan ALKI tersebut menunjukan peran aktif Indonesia dalam bidang keselamatan dan keamanan pelayaran internasional serta memperkuat jati diri Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

 

Kurangi Risiko Tubrukan

Kawal Implementasi TSS Selat Sunda dan Selat, Direktorat KPLP Siapkan Tim Respon Cepat
Kementerian Perhubungan siap mengawal implementasi TSS Selat Sunda dan Selat Lombok hingga mulai diberlakukan secara internasional pada tahun 2020 mendatang.

Selain itu, di Selat Sunda juga terdapat beberapa wilayah yang ditetapkan sebagai daerah konservasi laut dan wisata taman laut yang wajib dilindungi, salah satunya adalah Wilayah Pulau Sangiang yang telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut.

Adapun Selat Lombok yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI II juga merupakan jalur lalu lintas internasional yang memiliki kepadatan tinggi dikarenakan oleh keberadaan kawasan wisata di sekitarnya.

Dengan adanya pemisahan alur lalu lintas yang berlawanan di daerah tersebut, serta penetapan precautionary areas pada rute persimpangan memastikan kapal-kapal yang menggunakan alur tersebut bisa mendapatkan informasi yang memadai mengenai lalu lintas di sekitarnya sehingga mengurangi risiko terjadinya tubrukan kapal serta mengurangi risiko kapal kandas yang tidak disengaja dengan menjauhkan kapal dari terumbu karang.

"Dengan adanya TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok menunjukan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa wilayah perairan di Indonesia aman," ujar Agus.

Dengan demikian, tentunya penetapan bagan pemisahan alur laut atau TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok menjadi begitu penting karena terkait keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim serta menunjukan jati diri bangsa sebagai negara kepulauan dan juga negara maritim yang berperan aktif dalam menjaga keselamatan, keamanan pelayaran termasuk melindungi lingkungan maritim.

 

Marine Electronic Highway

Kapan Ocean Cleanup (AFP/Josh Edelson)
Kapal Ocean Cleanup akhirnya berlayar dari San Francisco pada 9 September untuk uji coba membersihkan Sampah Laut Pasifik (AFP/Josh Edelson)

Selain TSS, Indonesia juga telah mengoptimalkan pemanfaatan Marine Electronic Highway (MEH) untuk peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Marine Electronic Highway (MEH) Demonstration Project adalah salah satu project yang dilaksanakan atas kerjasama antara tiga Negara Pantai di Selat Malaka dan Selat Singapura (Indonesia, Malaysia, Singapura) dengan World Bank, International Maritime Organization (IMO), International Hydrographic Organization (IHO), the International Association of Independent Tanker Owners (INTERTANKO) dan the International Chamber of Shipping (ICS).

Pemanfaatan MEH dilakukan melalui penyediaan data arus, pasang surut dan angin (current, tide and wind data), serta pelayanan terkait lainnya.

"Adapun MEH Data Centre berlokasi di Batam, sedangkan data-data berasal dari sensor station yang tersebar di 3 (tiga) Negara Pantai di Selat Malaka dan Selat Singapura. MEH Data Centre tersebut telah diresmikan secara resmi oleh Sekretaris Jenderal International Maritime Organization (IMO) pada tahun 2012," tutup Agus.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya