BI Prediksi Inflasi Januari 0,41 Persen, Terendah Sejak 2016

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan inflasi pada Januari sebesar 0,41 persen tersebut menjadi terendah sejak 2016 lalu.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jan 2020, 14:02 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2020, 14:02 WIB
Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memproyeksikan inflasi pada Januari sebesar 0,41 persen secara secara month to month (mtm). Sementara, secara year on year (yoy) tercatat sebesar 2,81 persen.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan inflasi pada Januari sebesar 0,41 persen tersebut menjadi terendah sejak 2016 lalu. Di mana rata-rata inflasi pada Januari berada di kisaran 0,64 persen secara mtm.

"Pergerakan di bulan Januari kami perkirakan inflasinya mtm-nya 0,41 persen. Kalau yoy 2,81 persen. Alhamdulillah lebih rendah dari rata-rata historiesnya," katanya saat ditemui di Komples BI, Jakarta, Jumat (10/1/2020).

Perry menyebut ada beberapa penyebab komoditas pangan yang menyebabkan terjadinya inflasi. Di mana cabai merah dan bawang tercatat inflasi masing-masing 0,16 persen dan 0,05 persen.

"Kemungkinan inflasi ini karena memang hujan kemudian produksi beberapa cabai bawang di daerah khusus di Jawa Tengah itu terpengaruh dan ini terhadap inflasi," sebutnya.

Sementara itu, berdasarkan survei pemantauan yang dilakukan pihaknya pada Januari ada beberapa komponen yang mengalami penurunan harga atau deflasi. Yakni untuk angkutan udara deflasi sebesar 0,05 persen dan bahan bakar atau bensin deflasi 0,04 persen.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sri Mulyani Klaim Inflasi 2019 Terendah dalam 20 Tahun

Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 TSri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyambut baik capaian inflasi sepanjang 2019 yang berada di angka 2,72 persen. Angka ini berada jauh di bawah target pemerintah yang ditetapkan sebesar 3,5 persen dalam APBN 2019.

"Inflasi kita masih relatif sangat baik. Bahkan ini inflasi terendah sepanjang 20 tahun terakhir," kata dia saat konferensi pers APBN Kita di Kantornya, Jakarta, Selasa (7/1/2019).

Menteri Sri Mulyani mengatakan, capaian ini didukung oleh inflasi di komponen inti yang terjaga masih di kisaran 3 persen. Di mana ini menunjukan bahwa keseimbangan penawaran dan permintaan serta ekspetasi inflasi yang positif baik.

"Ini juga mendukung daya beli masyarakat yang terjaga di atas 5 persen," imbuh dia.

Sementara, itu harga yang diatur pemerintah juga terkendali lebih rendah dibandingkan dengan 2018. Di mana sepanjang 2019 hanya mencapai 0,51 persen dibandingkan 2018 sebesar 3,36 persen.

Data BPS

20161003-Pasar Tebet-Jakarta- Angga Yuniar
Pedagang merapikan barang dagangannya di Tebet, Jakarta, Senin (3/10). Secara umum, bahan makanan deflasi tapi ada kenaikan cabai merah sehingga peranannya mengalami inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Kepala BPS, Suhariyanto mengungkapkan rendahnya inflasi di tahun ini karena minimnya dorongan faktor Administered Price atau harga barang atau jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik.

"Kenapa inflasi 2019 bisa lebih rendah dari tahun 2018? Inflasi inti, tahun 2018 dan 2019 tidak beda jauh. Tapi berbeda di administered prices," ujarnya.

Adapun tahun ini komoditas utama yang memicu inflasi adalah emas perhiasan sebesar 0,16 persen. Kemudian, bensin 0,26 persen.

"Jadi kalau boleh disimpulkan tahun2019 inflasi 2,72 persen ini karena memang harga-harga relatif terkendali karena berbagai kebijakan, dan dari sisi administered prices tidak menyumbang banyak. Karena memang tidak ada kebijakan yang berpengaruh banyak kalau dibandingkan kebijakan di 2018," tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya