Pertumbuhan Ekonomi Papua Minus, Freeport Janji Genjot Produksi

Produksi Freeport memang berkurang 50 persen sejak beralih ke tambang bawah tanah.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 12 Feb 2020, 19:45 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2020, 19:45 WIB
Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P
Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi di Papua sepanjang 2019 kemarin minus 15,72 persen. Salah satu penyebab utamanya yakni adanya penurunan produksi tambang di Freeport.

Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Papua defisit lantaran adanya peralihan sistem tambang Freeport ke penambangan bawah tanah.

"Papua terkontraksi sejak Kuartal IV 2019 karena Freeport ada peralihan tambang di sana," kata Suhariyanto beberapa waktu lalu.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas tak mengelak jika pertumbuhan ekonomi Papua memang banyak bergantung pada hasil produksi perusahaannya. Dia mengatakan, produksi Freeport memang berkurang 50 persen sejak beralih ke tambang bawah tanah.

"Jadi produksi saat ini memang berkurang 50 persen. Tadi dikatakan pertumbuhan ekonomi di Papua minus, tidak bertumbuh. Itu memang antara lain karena produksi Freeport turun separo," ujar dia saat rapat dengan Komite II DPD RI di Jakarta, Rabu (12/2/2020).

Tony pun berjanji akan meningkatkan hasil produksi tambang mulai tahun depan, sehingga hingga kembali normal 100 persen pada 2022. "Memang harapannya tahun depan sudah 75 persen dan tahun berikutnya sudah normal kembali 100 persen," sambungnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Investasi USD 15 Miliar

Tambang PT Freeport Indonesia di Papua. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P
Tambang PT Freeport Indonesia di Papua. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Dia mengemukakan, PT Freeport Indonesia telah berinvestasi USD 15 miliar atau sekitar Rp 225 triliun sejak resmi berganti status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada 2018 lalu. Tak berhenti di situ, pihaknya tetap akan berinvestasi hingga masa izin kontrak selesai pada 2041.

"Dan ke depannya sampai dengan 2041 masih akan investasi lagi sekitar USD 15-20 miliar atau sekitar Rp 225-280 triliun dalam pengembangan tambang bawah tanah ini," kata Tony.

"Kita akan terus melakukan investasi sekitar USD 15-20 miliar di Provinsi Papua. Khususnya mengenai penambangan Freeport. Tambang bawah tanah ini sesuai IUPK sampai 2041, tapi sumber daya yang ada di tempat itu bisa lebih dari 2041," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya