Waspadai Efek Domino dari Kasus Jiwasraya

Dampak kasus Jiwasraya ke aspek keuangannya hanya 1 persen namun ada dampak lanjutannya atau efek domino.

oleh Tira Santia diperbarui 12 Mar 2020, 15:00 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2020, 15:00 WIB
Ilustrasi Jiwasraya
Ilustrasi Jiwasraya (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) mengadakan kegiatan Forum Group Discussion (FGD). Diskusi itu membahas terkait "Penyelesaian Kasus Jiwasraya Terhadap Kinerja Sektor Keuangan dan Kepercayaan Investor.

Dalam kegiatan itu ISEI mengundang Pengamat Asuransi Hotbonar Sinaga, Ekonom Senior INDEF Faisla Basri, dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Manajer Investasi Indonesia (AMII) Afifa.

Pengamat Asuransi Hotbonar Sinaga, yang membahas penyebab gagal bayar polis asuransi jiwa, yakni menyangkut kesalahan desain produk; mis investasi yang membedakan antara kewajiban atau investasi, kecurangan atau agency problem; kewajiban klaim (penghasilan premi).

Kemudian, Bad governance yaitu yang tidak menerapkan Governance, Risk Management, and Compliance yakni suatu istilah yang berisi tentang tiga bidang, yaitu tata kelola perusahaan, manajemen risiko korporasi, dan kepatuhan terhadap peraturan; pengawasan internal dan eksternal serta pembiaran.

"Penyebab gagal bayar itu (Jiwasraya) karena kesalahan desain produk. surat ke Bapepam, di approve, dan menarik perhatian nasabah, sehingga terjadi mis investasi. Kewajiban klaim itu lebih besar daripada kewajiban premi. Penghasilan premi lebih kecil dibanding kewajiban klaim," kata Hotbonar di Gedung pusat ISEI, Jakarta, Kamis (12/3/2020).

Menurutnya sehingga dalam manejemen risiko itu terjadi pelanggaran, dan mengakibatkan gagal bayar, selanjutnya terjadi distrust ke asuransi, khususnya asuransi jiwa. Memang kalau bicara aspek keuangannya hanya 1 persen, tapi yang harus diperhatikan dampak lanjutannya atau efek domino.

"Ini dampaknya di luar dugaan, karena pihak yang berwenang Kejagung (kejaksaan Agung), yang punya kewenangan khusus. Kemudian ada penurunan pendapatan premi Jiwasraya, seolah terjadi skema ponzi (modus investasi palsu)," jelasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Asuransi Topang Pembangunan

20160217-Ilustrasi Asuransi-iStockphoto
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Sementara, menurut Ekonom Senior INDEF Faisal Basri, menilai asuransi jiwa adalah penopang pembangunan yang sangat penting untuk membuat lebih cepat pertumbuhan.

Serta ia melihat dari sejarahnya Jiwasraya pun unik, pasalnya asuransi itu merupakan milik swasta, tapi kemudian diambil oleh negara, "Pertanyaannya apakah perlu negara punya asuransi jiwa?," ujar Faisal.

Dari asuransi jiwa, menurutnya malah merembet ke pasar saham dan keuangan. Maka dari itu, ia menegaskan agar semua pihak bersama-sama memperbaiki dan membangun kembali sektor keuangan supaya baik kembali.

"Asuransi ini jantung ekonomi. Jiwasraya gak bisa, karena jantungnya lemah," pungkasnya.   

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya