Di 1998 Jadi Penyelamat, Sekarang UMKM Justru Paling Terpukul Pandemi Corona

adanya kebijakan social distancing membuat ruang gerak atau aktivitas pelaku UMKM mengalami tekanan mendalam.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Apr 2020, 14:50 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2020, 14:50 WIB
Pusat Kuliner UMKM Karet Tengsin
Pusat Kuliner UMKM Karet Tengsin. foto: istimewa

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengakui bahwa dampak virus Corona atau Covid-19 ke Indonesia sangat memukul sektor Usaha Mikro Kecil dan Menangah (UMKM). Padahal sektor UMKM, pada saat terjadi krisis 1997-1998 lalu menjadi yang terkuat bahkan tidak terdampak.

"Sekarang UMKM terpukul paling depan karena ketiadaan kegiatan di luar rumah oleh semua masyarakat," kata dia dalam konferensi pers melalui sambunga video di Jakarta, Rabu (1/4/3030).

Menurut Sri Mulyani, berdampak besarnya sektor UMKM karena pemerintah menerapkan kebijakan social distancing atau menjaga jarak dengan memberlakukan seluruh aktivitas kegiatan menjadi di rumah. Langkah itu dilakukan agar penyebaran virus Corona tidak begitu luas.

Dengan demikian, adanya kebijakan tersebut membuat ruang gerak atau aktivitas pelaku usaha UMKM mengalami tekanan mendalam. Sehingga mau tidak mau dampak ekonomi harus ditelan oleh para UMKM.

"Sektor UMKM yang biasanya safety net sekarang pukulan besar karena pembatasan ekonomi dan sosial yang pengaruhi kemampuan UMKM yang biasanya secara ressilient bisa hadapi kondisi 97-98," jelas dia.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Merembet

Ilustrasi bank
Ilustrasi bank (Sumber: Istockphoto)

Bendahara Negara ini menambahkan, turunnya sektor UMKM dan dunia usaha merembet ke sektor keuangan. Hal tersebut ditandai dengan peningkatan pada angka kredit macet (Non Performing Loan/NPL).

"Kemudian kita lihat rantainya pengaruhnya adalah kepada sektor keuangan yaitu peningkatan pada NPL atau langkah-langkah untuk membuat korporasi atau pinjaman tetap mengalir maka dibutuhkan kebijakan extraordinary dari BI dan OJK agar kredit tidak ditutup yang justru akan menyebabkan ekonomi semakin macet," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya