Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha sekaligus Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran Emil Arifin mengusulkan penghapusan pembayaran PPh pasal 25 bagi usaha restoran di Tanah Air. Sebab, mayoritas pelaku bisnis restoran mengalami kerugian cukup parah akibat pandemi virus covid-19 yang kian masif.
"Kalau bisa...enggak dibayar PPh 25, pasti rugi (perusahaan). Kita bisa nafas pada 2020 sudah Alhamdulillah," kata Emil saat menggelar rapat virtual bersama Badan Legislatif DPR RI, Selasa (5/5).
Baca Juga
Dia menjelaskan pandemi virus corona yang terjadi sejak awal Maret 2020, menyebabkan cash flow atau arus kas perusahaan menjadi terganggu. Hal ini dikarenakan pendapatan usaha tidak lagi mampu menutup biaya operasional bisnis yang kian membengkak.
Advertisement
Terlebih ditengah pandemi virus corona tak sedikit pelaku usaha restoran tetap dipungut biaya sewa tempat disejumlah pusat perbelanjaan atau tempat perniagaan lainnya.
Selain itu, restoran juga harus membayarkan kewajibannya terhadap PLN atas konsumsi listrik yang digunakan kendati tidak semua pelaku bisnis ini menerapkan jam operasional normal setelah sejumlah wilayah menerapkan aturan PSBB.
"Kan kalau tidak bayar listrik bisa diputus PLN. Dan untuk menyambung lagi perlu biaya," lanjutnya.
Tak heran Emil menyebut apabila sejumlah restoran kini hanya menyisakan cashflow berkisar 20 persen. Imbasnya pelaku usaha terpaksa melakukan PHK terhadap pegawainya.
Di samping itu, pemerintah harus memastikan agar pelaku bisnis restoran turut mendapatkan keringanan pembayaran utang di bank. Musababnya bisnis restoran paling terdampak dari pandemi corona di Indonesia.Â
"Pinjaman itu direstrukturisasi untuk mungkin setahun ke depan atau berapa lama. Karena ini kan bukan masalah internal, masalah eksternal yang datang tiba-tiba," tambahnya.
Turunkan Tarif Pajak
Sebelumnya, Pemerintah, sesuai Perpu 1 Tahun 2020, resmi menurunkan tarif pajak penghasilan badan dari sebelumnya sebesar 25 persen menjadi 22 persen untuk tahun-tahun pajak 2020 dan 2021. Selanjutnya menjadi 20 persen mulai tahun pajak 2022.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Yoga Saksama, mengatakan penghitungan pajak penghasilan untuk tahun pajak 2019 masih menggunakan tarif yang berlaku yaitu sebesar 25 persen. Dengan demikian penghitungan dan setoran pajak penghasilan kurang bayar yang dilaporkan pada SPT Tahunan 2019 (PPh Pasal 29) masih menggunakan tarif 25 persen.
"Sebagai akibat dari penurunan tarif tersebut, maka penghitungan dan setoran angsuran pajak penghasilan badan (angsuran PPh Pasal 25) untuk tahun 2020 dapat menggunakan tarif sebesar 22 persen mulai masa pajak SPT Tahunan 2019 disampaikan dan masa pajak setelahnya," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (4/4).  Â
Advertisement