Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna angkat bicara soal polemik dana bagi hasil (DBH) antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Kementerian Keuangan.
Agung bilang, pembayaran DBH dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah tidak ada hubungannya dengan hasil pemeriksaan BPK. Hasil pemeriksaan BPK tidak relevan dijadikan dasar dalam pembayaran DBH yang kurang.
"Saya sudah jelaskan kemarin, bahwa tidak ada hubungan antara pembayaran kewajiban dari Kementerian Keuangan kepada Provinsi DKI Jakarta atau pemerintah daerah manapun terkait kurang bayar, tidak ada hubungannya," kata Agung dalam workshop media virtual, Senin (11/5/2020).
Advertisement
Agung menegaskan, BPK hanya melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan saja, sementara pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan, melakukan tugasnya dalam mengelola keuangan negara.
Baca Juga
Katanya, tidak ada satupun undang-undang dasar, undang-undang terkait pemeriksaan, undang-undang terkait keuangan negara dan undang-undang terkait pembendaharaan negara yang mengatur bahwa pembayaran kewajiban oleh Kementerian Keuangan harus menunggu hasil audit BPK, khususnya DBH.
"Silakan Kementerian Keuangan untuk membuat keputusan masalah bayar atau tidak bayar, di tangan Kemenkeu, tidak perlu dihubungkan dengan pemeriksaan BPK," kata Agung.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menagih pembayaran DBH yang kurang dari Kementerian Keuangan sebesar Rp 5,1 triliun. Namun pihaknya menampik bahwa keputusan pembayaran DBH harus menunggu hasil audit BPK terlebih dahulu.
Anies Minta Dana Bagi Hasil Segera Dibayar, Ini Jawaban Sri Mulyani
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang meminta pemerintah melakukan percepatan pencairan Dana Bagi Hasil (DBH) tertunggak untuk 2019. Hal tersebut pun mendapat respon dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sri Mulyani mengatakan, selama ini pencairan DBH dilakukan berdasarkan Undang-Undang APBN yang telah di tetapkan setiap tahunnya. Adapun pencairan dilakukan setiap kuartal dan berdasarkan realisasi penerimaan negara.
Untuk DKI Jakarta sendiri, DBH kurang bayar pada 2019 sebesar Rp5,1 triliun. Namun pencairan DBH kurang bayar harus menunggu audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang setiap tahunnya jatuh pada Agustus ataupun September.
"Nah, DBH 2019 ini biasanya di audit dulu BPK, sehingga BPK katakan 'oh iya pemerintah kurang sekian' baru kita bayarkan. Ini kan audit biasanya April dan disampaikan ke DPR Juli, jadi baisanya DBH dibayarkan Agustus, September," jelas Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (17/4).
Di tengah pandemi Virus Corona (Covid-19) kebutuhan anggaran daerah menjadi darurat sehingga akan membutuhkan waktu lama jika harus menunggu audit BPK. Untuk itu Kemenkeu, telah menerbitkan aturan untuk membayar DBH kurang bayar itu 50 persen terlebih dahulu sebelum di audit.
"Untuk seluruh daerah di Indonesia DBH 2019 akan kita bayarkan 50 persen dulu meski belum dapat auditnya. Ini sudah saya keluarkan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) nya beberapa hari yang lalu sehingga bisa dibayarkan," jelas Sri Mulyani.
Advertisement